“Kemudian di Turki ada SSB, di Korea Selatan ada DAPA, memang penting untuk menyatukan pengadaan dengan yang diproduksi oleh industri. Selama ini, industri memproduksi tetapi belum tentu dibutuhkan. Jadi ke depan, saya rasa penting untuk punya badan baru yang memperkuat hubungan antara pengadaan dengan kemampuan industri dalam negeri,” kata Curie.
Di Indonesia, ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang dapat menjadi cikal bakal untuk membentuk lembaga seperti SSB, DAPA, ataupun lembaga superbody, seperti Tawazun di Uni Emirat Arab. Pasalnya, secara struktur kelembagaan, KKIP dipimpin langsung oleh Presiden RI dibantu dua wakilnya Menteri Pertahanan dan Menteri BUMN, kemudian beranggotakan pimpinan dari 11 kementerian/lembaga. Kerja KKIP yang terdiri atas Presiden dan para pembantunya itu dibantu oleh tim pelaksana dan tim ahli.
“Selama ini yang beraktivitas di bawah ini (tim pelaksana dan ahli, red.), tetapi yang di atas (Presiden dan para menteri, red.) jarang bertemu. Padahal, menurut undang-undang, Presiden memimpin pertemuan KKIP dua kali setahun. Jadi, yang atas ini kalau dia aktif, maka KKIP will be on steroids,” kata Curie.
Di samping itu, Curie menilai KKIP juga membutuhkan penguatan (reinforcement) dari sisi kelembagaan, kemudian menambah daftar sasaran kerja KKIP yang tidak sebatas TNI dan Polri, tetapi juga badan-badan lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan lembaga lainnya yang punya pengadaan alpahankam. Kemudian, dia meyakini perlu ada penguatan dari sisi regulasi, salah satunya Undang-Undang Industri Pertahanan.