Keinginan Presiden Jokowi meningkatkan kekuatan pertahanan Indonesia itu kemudian diwujudkan secara bertahap dalam 10 tahun terakhir. Langkah itu menjadi mutlak mengingat situasi geografis Indonesia yang strategis, kemudian situasi geopolitik dunia yang dalam beberapa tahun terakhir masih diliputi ketegangan dan adu unjuk kekuatan militer negara-negara kuat seperti China, Amerika Serikat, dan pakta pertahanan negara-negara Barat, misalnya, AUKUS (Australia, Inggris, dan AS).
Modernisasi alutsista TNI
Dalam deretan kebijakan pertahanan pemerintahan Presiden Jokowi, modernisasi alutsista menjadi salah satu agenda prioritas, mengingat Presiden berupaya mewujudkan TNI sebagai kekuatan yang punya daya tangkal serta mampu menghadapi ancaman perang yang berlarut. Keinginan mewujudkan kekuatan yang punya daya tangkal itu pun diwujudkan dalam berbagai pembelian alutsista baru terutama yang ditujukan untuk memperkuat matra udara dan matra laut TNI yang menjadi garda terdepan menangkal ancaman-ancaman dari luar. Bahkan, jika mengamati rencana pembelian sejumlah alutsista dalam beberapa tahun terakhir, pemerintahan Presiden Jokowi juga serius membentuk kekuatan TNI yang berproyeksi ke luar (outward looking), yang artinya kekuatan TNI punya kemampuan untuk bertempur di luar wilayah Indonesia.
Kebijakan membeli alutsista baru, terutama yang berteknologi tinggi itu, bukan tanpa halangan. Ragam kritik juga mewarnai belanja alutsista baru yang dijalankan selama pemerintahan Presiden Jokowi. Debat antara belanja alutsista versus peningkatan kesejahteraan publik (gun vs butter) pun sempat menjadi komoditas politik khususnya saat memasuki masa Pilpres 2024. Anggaran pertahanan yang tahun ke tahun trennya naik pun kerap menjadi sorotan beberapa kelompok, terutama dari organisasi masyarakat sipil.