FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Hasibuan atau yang dikenal sebagai Gus Umar, kembali angkat bicara mengenai kasus penahanan seorang guru honorer di Konawe Selatan (Konsel).
Seperti diketahui, guru tersebut terlibat kasus dugaan penganiayaan terhadap muridnya.
Gus Umar mengecam tindakan orangtua murid yang dianggap arogan dan memanfaatkan kekuasaan sebagai anggota polisi.
"Tonton ges keterangan ketua PGRI Sultra. Keliatan kan jahat bangat orangtua murid yang penjarakan guru honorer," ujar Gus Umar dalam keterangannya di aplikasi X @UmarSyadat_Hsb (22/10/2024).
Gus Umar juga menyebut bahwa orangtua murid bersikap arogan karena statusnya sebagai polisi.
"Ya alloh geram banget lihat orang tua murid tersebut. Mentang-mentang oknum polisi, arogan banget," cetusnya.
Tak hanya itu, Gus Umar juga memberikan sindiran keras kepada orangtua tersebut.
"Woi orangtua lu buat sekolah sendiri, ajar sendiri bikin ijazah sendiri kalau anakmu mau seenaknya," Gus Umar menuturkan.
Gus Umar mengajak masyarakat untuk mengawal kasus ini agar oknum polisi yang terlibat dapat segera dicopot dari jabatannya.
"Mari kita kawal bu guru ini. Biar oknum polisi tukang peras di copot dari jabatannya," sebutnya.
Ia juga mengkritisi tindakan oknum polisi tersebut, mengingat besarnya pengorbanan guru honorer yang bergaji kecil.
Beredar informasi juga dengan menyebut bahwa orangtua murid yang diduga menjadi korban meminta uang puluhan juta jika ingin menempuh jalur damai.
"Gila ya guru honorer berapa sih gajinya sampai oknum polisi ini mau meras dia," imbuhnya.
Gus Umar juga berharap para guru di wilayah tersebut bersatu menolak untuk mengajar anak dari oknum polisi tersebut sebagai bentuk protes.
"Semoga semua guru di sana menolak mengajar anak oknum polisi tersebut. Biar oknum itu yang ajar anaknya sendiri," kuncinya.
Sebelumnya diberitakan, penahanan Ibu Supriyani, seorang guru honorer di SDN Baito, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, telah mengguncang dunia pendidikan.
Sosok yang dikenal berdedikasi ini kini menghadapi proses hukum setelah dilaporkan oleh salah satu siswa dengan tuduhan melakukan kekerasan.
Namun, kasus ini ternyata lebih rumit dari yang terlihat, melibatkan kesalahpahaman dan kekuatan hukum yang dianggap tidak seimbang.
Ceritanya bermula ketika seorang siswa melaporkan kepada orang tuanya bahwa dirinya diduga dipukul oleh Ibu Supriyani.
Namun, menurut pihak sekolah, sang guru hanya menegur siswa tersebut tanpa ada kekerasan fisik yang dilakukan.
Menyadari potensi konflik, Ibu Supriyani bersama pihak sekolah segera mencoba menyelesaikan masalah ini dengan meminta maaf kepada orang tua siswa.
Upaya tersebut dilakukan dalam semangat kekeluargaan, berharap permasalahan dapat segera diselesaikan.
Namun, niat baik itu justru menjadi titik balik yang tidak terduga. Orang tua siswa yang ternyata anggota kepolisian menganggap permintaan maaf tersebut sebagai pengakuan atas kesalahan yang tidak pernah terjadi.
Meskipun sudah mencoba menyelesaikan masalah secara damai, proses hukum terus berjalan tanpa sepengetahuan Ibu Supriyani.
Hingga akhirnya, ia dipanggil ke Polda Sulawesi Tenggara untuk memberikan keterangan, dan secara mengejutkan langsung ditahan pada hari itu juga.
Penahanan ini mengejutkan banyak pihak, terutama di kalangan pendidikan. Ibu Supriyani, seorang ibu dengan anak kecil, tiba-tiba harus menghadapi ketidakpastian besar dalam hidupnya.
Bagi banyak pihak, penahanan ini dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap guru yang tengah menjalankan tugasnya.
Mogok Belajar dan Aksi Solidaritas
Tak lama setelah penahanan ini, respons dari kalangan pendidikan pun menguat. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kecamatan Baito bersama para kepala sekolah TK, SD, dan SMP se-Kecamatan Baito segera mengadakan rapat darurat pada Sabtu, 19 Oktober 2024.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Aula Kantor Koordinator Wilayah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Baito, mereka menyepakati beberapa langkah penting sebagai bentuk dukungan terhadap Ibu Supriyani.
Salah satu langkah paling drastis yang diambil adalah aksi mogok belajar di semua sekolah di Kecamatan Baito.
Dari tingkat TK hingga SMP, seluruh sekolah sepakat untuk menghentikan kegiatan belajar-mengajar mulai Senin, 21 Oktober 2024, hingga ada keputusan resmi terkait penangguhan penahanan Ibu Supriyani.
Aksi ini tidak hanya menjadi bentuk protes, tetapi juga upaya untuk menunjukkan solidaritas terhadap guru yang dianggap mengalami ketidakadilan.
Selain itu, PGRI dan para kepala sekolah memutuskan untuk tidak menerima siswa yang terlibat dalam masalah ini, termasuk siswa yang menjadi saksi.
Keputusan ini menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam mempertahankan martabat dan hak seorang guru di tengah ancaman kriminalisasi.
Tuntutan Pembebasan Ibu Supriyani
Tak berhenti di situ, PGRI juga menuntut agar Ibu Supriyani segera dibebaskan dan dikembalikan ke sekolah.
Mereka menganggap bahwa tindakan penahanan ini tidak hanya merugikan guru tersebut, tetapi juga mencoreng profesi guru secara keseluruhan.
Langkah ini dianggap penting untuk mengembalikan keadilan dan melindungi hak-hak seorang guru yang seharusnya didukung dalam menjalankan tugas mendidik.
Surat resmi pun telah dikeluarkan oleh PGRI Kecamatan Baito dengan Nomor: 420/13/PGRI/10/2024, yang ditujukan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Konawe Selatan, Polres Konawe Selatan, Kejaksaan Negeri Andoolo, hingga kepala desa di seluruh Kecamatan Baito.
Gerakan ini juga mendapatkan dukungan luas di media sosial, dengan munculnya tagar #saveibusupriyani dan #saveguru yang viral di berbagai platform.
Kini, masyarakat Baito dan kalangan pendidikan di Konawe Selatan menanti dengan harapan besar.
Mereka ingin melihat Ibu Supriyani kembali ke sekolah, mendampingi siswa-siswinya, dan mengembalikan kepercayaan bahwa profesi guru tetap dihormati dan dilindungi.
Namun, perjalanan menuju keadilan ini masih panjang. Hingga ada keputusan resmi yang mengakhiri penahanan Ibu Supriyani, aksi solidaritas dan dukungan terhadap guru ini terus menguat, menjadi suara kolektif yang memperjuangkan keadilan di tengah tantangan zaman.
(Muhsin/fajar)