“Market power BRICS lebih menjanjikan, meski dua negara BRICS sedang mengalami penurunan pertumbuhan penduduk. Jika dibandingkan, pada 2006 -2024 GDP BRICS tercatat lebih tinggi dibanding negara-negara G7/OECD, IMF juga memperkirakan GDP BRICS akan lebih maju ke depan” ungkapnya.
Ahmad Khoirul Umam, Ph.D., Managing Director PPPI sekaligus Ketua Program Studi PGSD Universitas Paramadina, menegaskan keterbukaan Indonesia dalam peta ekonomi-politik internasional. Mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Sugiono, Umam menggarisbawahi inklusivitas Indonesia dalam diplomasi ekonomi. “Indonesia kini berada pada persimpangan penting untuk memperkuat posisinya di antara BRICS atau OECD demi mencapai kesejahteraan dan stabilitas ekonomi,” ungkap Umam.
Menurut Umam, jika Indonesia bergabung dengan BRICS akan semakin berkembang dan serupa dengan negara-negara anggota BRICS lainnya, sehingga memungkinkan bagi indonesia berbagi di bidang ekonomi pembangunan. “Keuntungannya, memperkuat ekonomi global, mengingat negara anggota BRICS memiliki pengaruh yang besar dalam perekonomian global” imbuhnya.
Umam memaparkan jika Indonesia bergabung dengan BRICKS ada potensi resiko ketegangan dengan negara-negara barat, artinya keberpihakan pada aliansi barat menghasilkan sebuah karakter pola relasi yang penuh dengan kecurigaan.
Dalam konteks ini yang perlu di antisipasi adalah ketergantungan ekonomi yang lebih besar Indonesia kepada China, karena yang menjadi sumber kekuatan BRICKS saat ini adalah china.
Fajar Anandi, Dosen Universitas Paramadina mengungkapkan Indonesia berada pada peringkat ke-9 dari sisi regional bahwa memiliki peran yang sangat kuat dan besar. Jika melihat posisi Indonesia, kemudian muncul pertanyaan OECD atau BRICS?