"Dengan tersingkirnya Anies di Jakarta, kepentingan dua presiden terakomodir. Baik Jokowi maupun Prabowo," ungkap Tony.
Tony menjelaskan bahwa strategi untuk melemahkan Anies dimulai dengan memisahkannya dari partai-partai pengusung, seperti Nasdem, PKB, dan PKS. Ketiga partai ini kemudian bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendukung Ridwan Kamil, dengan beberapa di antaranya diduga berada di bawah tekanan politik.
Namun, PDIP sempat muncul sebagai partai yang menawarkan dukungan kepada Anies. Sayangnya, ancaman serupa juga menghampiri PDIP, yang akhirnya menyerah.
"Anies pun gagal nyagub di DKI. DKI sekarang jadi DKJ (Daerah Khusus Jokowi)," sindir Tony.
Tony juga menyoroti spekulasi mengenai kemungkinan Anies mendukung Ridwan Kamil di masa depan.
"Kalau Anda baca kronologi ini, mungkinkah Anies akan mendukung Ridwan Kamil? Mendukung sosok yang sangat sukses menyingkirkan dirinya? Jawabannya pasti tidak," tegas Tony.
Namun, langkah Anies ke depan juga dipertanyakan, terutama saat memutuskan untuk mendukung sosok seperti Pramono Anung.
"Apakah dukungan Anies ke Pramono Anung itu menguntungkan secara politik bagi Anies? Ini juga menjadi pertanyaan besar," ujarnya.
Tony mengakhiri dengan mengutip pernyataan seorang tokoh besar PKS: "Kalau PKS gak usung Anies, dua-duanya akan hancur. Hancur PKS, hancur pula Anies." Menurut Tony, pernyataan ini kini mulai menemukan kebenarannya di tengah hiruk-pikuk politik Pilgub 2024. (Ikbal/Fajar)