FAJAR.CO.ID, MAROS -- Gua karst di Kabupaten Maros menyimpan cerita peradaban manusia prasejarah ribuan tahun lalu. Lukisan naratif berusia 51.200 tahun ditemukan di Leang Karampuang, Kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros.
Tim penelitian kerja sama antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Griffith University dan Southern Cross University menemukan lukisan gua tertua tersebut. Ini menjadi bukti nyata bahwa seni dan komunikasi telah menjadi bagian integral dari peradaban manusia sejak zaman dahulu kala.
Bupati Maros, AS Chaidir Syam mengemukakan, penemuan lukisan gua di Maros menjadi bukti kemampuan awal leluhur manusia Sulawesi. Penemuan karya manusia prasejarah ini dapat menjadikan Kawasan karst Maros sebagai pusat studi prasejarah.
Lukisan bercerita di Leang Karampuang memberi petunjuk tentang cara manusia berhubungan satu sama lain. Tiga figure menyerupai manusia berinteraksi dengan seekor babi hutan berdiri tegap dengan mulut setengah terbuka tergambarkan dalam lukisan cadas itu.
Dari penggambaran tiga manusia itu yang dilukis dengan pigmen merah dalam lukisan itu, salah satunya digambarkan menunduk seolah-olah akan menombak babi itu. Pesan atau cerita yang disampaikan kepada generasi berikutnya bahwa berburu makanan babi itu perlu berkelompok.
Lukisan ini disimpulkan sebagai karya bercerita tertua di dunia. Hasil riset ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature. Penelitian bermula pada 2018. Dua instansi di bawah naungan Kemendikbud waktu itu, Balai Arkeologi Nasional (Balar) dan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) terlibat.
"Bagi yang baru pertama kali melihat, gambar ini mungkin sulit diidentifikasi karena sebagian besar pigmen warna telah tertutupi oleh formasi kecil berbentuk butiran, yang disebut popcorn atau koraloir speleothem. Popcorn ini adalah endapan kalsit yang tumbuh di permukaan gua, menyerupai butiran biji jagung.” kata Adhi Agus Oktaviana, Pakar Seni Cadas Indonesia dari Badan Riset dan Inovasi (BRIN).

Sebagian permukaan gambar telah mengelupas. Pertumbuhan koraloid speleothem yang juga disebut popcorn semakin mengaburkan gambar. Di satu sisi, koraloid speleothem merusak gambar, namun di sisi lain, membantu peneliti menentukan umur lukisan.
Dalam menentukan umur lukisan gua tersebut, tim penelitian menggunakan metode analisis mutakhir melalui Laser Ablation U-Series, atau LA U-Series.
"Caranya dengan memotong bagian kecil dari lukisan tersebut menggunakan laser, lalu sampel dianalisis di laboratorium untuk menaksir usianya," imbuh Adhi Agus Oktaviana.
Dengan metode ini peneliti mendapatkan pertanggalan akurat pada lapisan tipis kalsium karbonat yang terbentuk secara alami di atas lukisan tersebut. Dari hasil uji laboratorium, lukisan gua tertua di Leang Karampaung ini telah berumur setidaknya 51.200 tahun.
Adhi Agus Oktaviana juga menjelaskan bahwa yang menarik dari lukisan cadas ini adalah adanya cap tangan yang dibuat terlebih dahulu sebelum gambar babi. "Jadi, kemungkinan cap tangan ini usianya lebih tua dari 51.000 tahun, karena terdapat lapisan di bawah gambar babi," tambahnya.

Penemuan ini membuka jendela baru untuk memahami peradaban awal manusia dan interaksi mereka dengan lingkungan sekitar. (auliyah salsabilah/fajaronline)