FAJAR.CO.ID, MATARAM -- Peristiwa dugaan pemerkosaan yang menjerat seorang pria disabilitas bernama Iwas alias Agus Buntung, kini makin terkuak.
Jika sebelumnya publik membela karena terduga pelaku tidak memiliki tangan, setelah terkuaknya kronologi dan bertambahnya jumlah korban, kini publik pun berbalik arah.
Dilansir dari instagram media.lombok, terungkap bahwa Agus tidak hanya melakukan tindak kejahatan tersebut sekali, melainkan telah memperkosa lebih dari satu wanita menggunakan cara-cara manipulatif.
Kejahatan Agus, yang diketahui tidak memiliki tangan, terbongkar setelah polisi mendalami pengakuan para korban.
Modus yang digunakan Agus melibatkan ancaman dan tipu daya, sehingga para korban merasa terpaksa menuruti kemauannya.
Lebih jauh, sejumlah teman wanita Agus turut angkat bicara, mengungkapkan perilaku tersangka yang dianggap menjijikkan.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, viral kasus pria disabilitas tak memiliki tangan berinisial IWAS alias Agus Buntung merudapaksa mahasiswi di kampus, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 7 Oktober 2024.
Akibat kasus tersebut, Agus Buntung pun resmi dijadikan tersangka oleh Polresta Mataram.
Resmi jadi tersangka, Agus tidak ditempatkan di penjara melainkan menjadi tahanan rumah.
Kasus yang mendadak viral di akhir November 2024 itu sontak membuat publik tak percaya atas tudingan Agus memerkosa mahasiswi.
Guna menjawab pertanyaan publik tersebut, Polda NTB akhirnya mengurai curhatan dari korban hingga kronologi pemerkosaan yang dilakukan Agus Buntung.
Andre Safutra selaku kuasa hukum korban berinisial MA membeberkan modus yang diduga digunakan pelaku hingga memerkosa MA. Dugaan pemerkosaan itu sendiri terjadi pada Senin, 7 Oktober 2024 lalu, ketika korban sedang membuat video di Taman Udayana, Mataram.
"Saat itu korban membuat video di area jogging Taman Udayana sekitar pukul 08.00 WITA. Dihampiri IWAS lalu berkenalan dengan korban," cerita Andre
Kemudian IWAS mengajak korban ke bagian utara taman tersebut. Di sana, mereka melihat ada pasangan muda-mudi berciuman. Hal itu membuat MA teringat pada mantan kekasihnya, lalu menangis. Kata Andre, situasi itu dimanfaatkan IWAS untuk mengorek masa lalu korban.
"Korban tiba-tiba syok dan menangis. Pelaku lalu menanyakan kamu menangis karena ada masa lalu dengan mantan kekasihmu. Di sana pelaku lalu memojokkan korban dengan mengulik masa lalu korban dengan tebakan-tebakan pelaku," lanjutnya.
Perbincangan tentang masa lalu dengan kekasih itu membuat korban merasa terpojok. Di situ diduga tersangka mulai memanipulasi korban. Tersangka diduga mengatakan bahwa korban harus mandi suci untuk membersihkan diri dari masa lalu.
"Kata IWAS ke korban 'Karena kamu sudah terikat dengan saya, kamu tidak bisa ke mana-mana'. Dengan hal itu korban takut. Kamu harus mandi wajib, harus disucikan," jelas Andre.
Tersangka pun mengajak korban ke sebuah homestay di Mataram untuk mandi suci di sana. Awalnya korban menolak, tetapi tersangka mengancam akan membeberkan masa lalu korban dengan sang kekasih kepada keluarganya.
"Korban awalnya menolak. Setelah itu dia berupaya mengajak korban ikut dengan pelaku ke homestay. Pelaku terus mengancam di sana. Kalau tidak ikuti saya, saya akan laporkan ke orang tuamu," ungkapnya menirukan ucapan tersangka.
Sesampai di homestay, IWAS meminta MA membayar sewa kamar sebesar Rp 50 ribu. Kemudian dengan mulutnya, IWAS membuka kunci pintu kamar. MA enggan masuk tetapi dipaksa hingga menurut.
"Setelah itu korban dibacakan mantra dalam bahasa Bali oleh pelaku. Di sana pelaku sempat meminta korban membuka celana pelaku, tapi korban menolak. Setelah itu pelaku mendorong korban menggunakan badan pelaku," papar Andre.
Sementara tersangka disebut memaksa membuka celana korban dengan kakinya. Tersangka mengancam korban agar tidak berteriak. Kalau berteriak, dia menakut-nakuti bahwa mereka akan dinikahkan karena ketahuan berduaan di kamar.
"Korban lalu ditindih oleh pelaku lalu memerkosa korban. Korban sambil membaca Ayat Kursi dan pelaku membaca mantra-mantra dari bahasa Bali," ujarnya.
Setelah kejadian itu, MA yang syok sempat menangis di kamar mandi. Kemudian mereka keluar dan IWAS minta diantarkan ke Islamic Center Mataram. Mereka berpisah di sana. MA kemudian melapor ke temannya tentang kejadian itu. Teman MA sempat mengkonfrontasi IWAS, tetapi dibantah.
"Lalu di sana korban melapor ke Polda NTB. Setelah itu, pelaku mengaku tidak melakukan apa pun dan melaporkan soal pencemaran nama baiknya ke Ditreskrimsus Polda NTB, Selasa (8/10)," lanjut Andre melansir detikbali. (bs-sam/fajar)