Selain itu, tercatat proporsi pengeluaran beras terhadap total pengeluaran makanan juga cukup tinggi, mencapai lebih dari 10 persen. Di daerah perdesaan, proporsi pengeluaran beras terhadap total pengeluaran makanan lebih tinggi lagi dibandingkan daerah perkotaan, yaitu 14,66 persen.
Daya beli masyarakat, terutama berpendapatan rendah, sangat bergantung pada harga beras yang stabil dan terjangkau.
Jika terdapat kenaikan harga beras, meskipun hanya sedikit, akan berdampak signifikan terhadap pola pengeluaran dan konsumsi rumah tangga. Kenaikan harga beras kerap dijadikan sebagai tanda bahwa perekonomian negara sedang tidak baik-baik saja.
Hal tersebut lantaran beras merupakan komoditas yang termasuk dalam volatile food inflasi. Kenaikan harga beras menjadi penyumbang tertinggi pada inflasi Indonesia, khususnya pada awal tahun 2024.
Transformasi Bulog
Pembangunan sektor pangan di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan yang kompleks, baik dari sisi produksi, distribusi, hingga konsumsi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dinamika global berdampak pada guncangan ekonomi dunia dan disrupsi pasokan, berujung pada peningkatan harga pangan global.
Sementara itu, tantangan dari dalam negeri berasal dari kondisi iklim yang tidak menentu, krisis terhadap ketahanan pangan yang membuat impor pangan terutama beras masih tinggi, rendahnya produktivitas, penyerapan hasil panen, hingga distribusi yang tidak merata.
Bulog sebagai lembaga Pemerintah nonkementerian mengemban tugas publik untuk menjaga harga dasar pembelian gabah, stabilisasi harga khususnya harga pokok, menyalurkan beras untuk bantuan sosial, dan pengelolaan stok pangan.