Menyongsong Ketahanan Pangan Melalui Transformasi Bulog

  • Bagikan
Ilustrasi beras

Dengan beragam tantangan global dan dalam negeri, kinerja Bulog dalam menjaga harga dasar pembelian gabah dan mengelola stok beras kerap menjadi sorotan.

Ketika panen melimpah, Bulog memperbanyak serapan agar produksi gabah tidak terbuang dan tetap dengan membeli dengan harga yang wajar sesuai ketetapan. Dengan cara itu, Bulog membantu menjaga kestabilan harga di tingkat petani dan mencegah ketergantungan terhadap tengkulak yang kerap menekan harga beli.

Ketika panen petani menurun, Bulog mengambil keputusan untuk menaikkan harga dasar pembelian gabah agar petani tidak merugi. Namun, dampaknya stok beras yang akan digunakan untuk bantuan sosial dan stabilisasi harga beras di pasar berkurang dan tidak mampu mencukupi kebutuhan.

Pada momentum itulah Bulog meminta izin melakukan impor yang tak jarang mendapat komentar miring, apalagi mengingat titel Indonesia sebagai negara agraris. Namun, jika impor tidak dilakukan, akibat yang harus dihadapi adalah lonjakan harga yang berujung pada inflasi.

Dengan pertimbangan tersebutlah Presiden Prabowo memutuskan untuk melakukan transformasi pada Bulog dengan menjadikan perusahaan pelat merah tersebut sebagai badan otonom.

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan transformasi itu akan membuat Bulog menjadi lembaga yang sangat kuat, berperan sebagai stabilisator dan juga penyangga pasokan dengan harapan bisa mendukung swasembada pangan yang ditargetkan bisa tercapai pada 2027.

Bulog tidak akan lagi memperhitungkan untung rugi layaknya perusahaan yang dijalankan oleh BUMN. Ke depan, Bulog ditargetkan tidak hanya menuntaskan permasalahan beras dan jagung, namun turut memperluas jangkauan ke komoditas lain seperti gula.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan