Pelaporan Pidana tersebut juga tidak sejalan dengan prinsip Kemerdekaan Pers sebagaimana dijamin dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengedepankan prinsip hak koreksi dan hak jawab dalam skema sengketa pada produk jurnalistik.
Selain itu, Praktik Kriminalisasi UKPM CAKA ini tidak dapat dilepaskan dari kerja-kerja jurnalistik yang mereka lakukan untuk mengungkap praktik Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh salah satu dosen Universitas Hasanuddin dan mendorong pengawasan terhadap pemenuhan hak-hak korban.
Produk jurnalistik yang dihasilkan oleh UKPM CAKA untuk mendorong penegakkan hukum dan hak asasi manusia juga harus dibaca melalui kacamata Pembela Hak Asasi Manusia (Pembela HAM).
Ketentuan Pasal 1 angka (1) Peraturan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nomor 5 tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM (“Perkom Pembela HAM”) mengatur bahwa “Pembela HAM adalah orang dan/atau kelompok dengan berbagai latar belakang, termasuk mereka yang berasal dari korban, baik secara sukarela maupun mendapatkan upah, yang melakukan kerja-kerja pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dengan cara-cara damai.”
Selanjutnya ketentuan Pasal 8 memandatkan Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan inisiatif bantuan perlindungan terhadap Pembela HAM yang menjadi korban kriminalisasi, “Komnas HAM dapat berinisiatif untuk memberikan perlindungan terhadap Pembela HAM dalam situasi darurat.”
Atas perkara tersebut, KKJ mendesak: