FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, melontarkan ancaman kepada negara-negara BRICS, termasuk Indonesia, jika mereka meninggalkan dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional.
Ancaman itu berupa tarif 100 persen atas barang-barang yang masuk ke Amerika Serikat.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal, menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu merasa takut.
Menurutnya, ancaman tersebut justru menunjukkan posisi strategis Indonesia dan negara-negara BRICS dalam percaturan ekonomi global.
“Bergabungnya Indonesia dengan BRICS membawa potensi besar karena kita kini bersama-sama dengan hampir setengah penduduk dunia atau pasar dunia. Itu adalah bargaining yang sangat positif dan harus dimanfaatkan dengan baik,” ujar Syamsu Rizal dikutip pada Minggu (8/12) melalui unggahan akun Instagram pribadinya @daengical.
Syamsu Rizal, yang akrab disapa Daeng Ical, mengingatkan pentingnya menjaga hubungan baik dengan semua negara.
Ia meminta Menteri Luar Negeri Sugiono dan jajarannya untuk menunjukkan kecerdasan diplomatik dalam menghadapi ancaman Trump.
“Jangan sampai kita berteman dengan satu kelompok tapi bermusuhan dengan yang lain. Ini butuh kecerdasan diplomasi. Sugiono dan jajaran Wamen yang sangat profesional adalah modal penting untuk menjaga keseimbangan ini,” tambahnya.
Terkait dedolarisasi, Daeng Ical menyebutkan bahwa ancaman Trump adalah bukti Amerika khawatir dengan kekuatan kolektif BRICS.
"Itu kan gila, ancaman yang luar biasa dan mesti disikapi dengan bijak. Oh mereka juga tanda kutip ada ketakutan. Dengan ketakutan itu berarti mendeklarasikan sesuatu terutama apresiasi bergaining kita naik juga," sebutnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa dedolarisasi bukan berarti mematikan peran dolar, melainkan memberikan alternatif yang sehat dalam perdagangan internasional.
"Mesti dimanfaatkan dengan baik. Jangan sampai ini berteman dengan seseorang, satu kelompok, kemudian bermusuhan dengan yang lain. Itu yang tidak boleh terjadi," tandasnya.
Daeng Ical mengimbau agar ancaman Trump tidak ditanggapi dengan rasa inferior. Sebaliknya, Indonesia harus melihat ini sebagai bukti bahwa posisinya kini lebih diperhitungkan.
“Tidak perlu ditanggapi serius atau inferior bahwa ini bakal naik 100 persen. Tapi juga tanda bahwa kita dihitung, ada nilai di situ," kuncinya.
(Muhsin/Fajar)