Selain itu, Rudianto juga menilai kaderisasi dan rekrutmen partai politik adalah proses yang berkesinambungan dan tidak tergantung sepenuhnya pada siklus pemilu.
Dalam pelaksanaan rekrutmen, partai politik memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kader yang mampu dan berkompeten secara berkelanjutan, terlepas dari mekanisme pemilu yang serentak atau tidak.
“Justru, pemilu serentak dapat menjadi momentum penting bagi partai politik untuk menunjukkan kualitas dan kapasitas kadernya dalam skala nasional maupun lokal. Dengan adanya pemilu serentak, partai politik dituntut untuk lebih profesional dan strategis dalam menyusun daftar calon legislatifnya, dengan mempertimbangkan integritas, kompetensi, dan loyalitas calon terhadap ideologi dan visi misi partai,” ujar Anggota Komisi III DPR RI ini.
Selain itu, Pemohon mendalilkan pada intinya, adanya jeda waktu dua tahun antara waktu pemilu nasional dan pemilu daerah, akan menjawab persoalan pelembagaan dan kaderisasi partai politik. Hal itu karena partai politik tidak lagi “dipaksa” untuk melakukan rekrutmen untuk pemilu legislatif pada tiga level sekaligus
Terhadap dalil Pemohon tersebut, DPR RI berpendapat bahwa sampai saat ini pembentuk undang-undang belum menentukan model seperti apa yang akan dipilih sebagai format Pemilu Serentak di Indonesia melalui rencana revisi UU 7/2017 pasca Pemilu serentak tahun 2024. DPR RI, tambahnya, perlu melakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024.
"Saat ini DPR RI masih terus melakukan pendalaman terhadap berbagai masukan seluruh pemangku kepentingan terkait materi perubahan UU 7/2017, termasuk mengenai format keserentakan yang menjadi obyek perkara a quo. Di samping itu, DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) juga telah menerima Pemohon dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada tanggal 30 Oktober 2024 untuk didengar seluruh rekomendasi dan masukan dari Perludem terkait perbaikan dalam sistem pemilu di Indonesia,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.