Pilkada Dipilih DPRD, Solusi Atau Stagnasi Demokrasi?

  • Bagikan
Muyassar Nugroho, S.H., M.H., CMLC.

Perspektif Pancasila memberikan kerangka filosofis untuk menilai wacana ini. Sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,” memberikan legitimasi bagi pemilihan melalui DPRD. Namun, mekanisme ini harus berjalan dengan prinsip keadilan yang diatur oleh sila kedua dan kelima, yakni “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” serta “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” Reformasi sistem pilkada langsung dapat menjadi solusi untuk mengatasi kelemahan yang ada tanpa mengorbankan partisipasi rakyat. Upaya reformasi meliputi pengurangan biaya politik, peningkatan pengawasan terhadap praktik politik uang, dan literasi politik masyarakat. Dengan pendekatan yang berbasis data dan nilai-nilai Pancasila, Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara efisiensi dan partisipasi rakyat, sekaligus memperkuat demokrasi lokal yang inklusif dan berkeadilan.

Kontestasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia telah sudah mulai masuk tahap akhir, akan tetapi menuai Pro-Kontra mengenai mekanisme kedepannya akan seperti apa?apakah akan tetap dipilih langsung oleh Rakyat atau melalui Para Wakil Rakyat di tiap wilayah?

Pilkada di Inonesia telah menjadi bagian penting dari demokrasi sejak diterapkannya sistem pemilihan langsung pada tahun 2005. Sistem ini memberi rakyat hak untuk memilih langsung pemimpin daeranya masing-masing, mencerminkan kedaulatan rakyat dalam menentukan arah pembangunan lokal. Namin, sistem ini tidak lepas dari tantangan yang signifikan, seperti tingginya biaya politik yang sering kali memicu praktik politik, hutang politik, konflik sosial akibat polarisasi masyarakat, dan kompleksitas teknis penyelenggaraan pemilu. Hal ini memunculkan wacana untuk mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan