FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Belakangan ini, wacana Presiden Prabowo Subianto mengubah mekanisme Pilkada langsung menjadi pilkada tidak langsung melalui DPRD terus ramai menjadi perbincangan.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Andi Ali Armunanto menyebut, jika wacana itu dikabulkan maka mestinya DPRD diberikan kepercayaan.
"Saya justru lebih percaya bahwa proses demokratis itu justru lebih terjadi di DPRD. Mereka orang-orang terdidik, cerdas, punya ideologi yang kuat," ujar Ali kepada fajar.co.id, Jumat (20/12/2024).
Dikatakan Ali, alasan lain mengapa DPRD lebih masuk akal untuk diberikan kepercayaan, karena tontonan money politik selama ini tidak menunjukkan demokrasi sama sekali.
"Justru masyarakat kita yang dihajar dengan money politik seperti di Pilkada Makassar kemarin, Pilgub Sulsel, dan semua Pilkada di Indonesia, justru tidak menunjukkan demokrasi sama sekali," sebutnya.
Ia pun melemparkan bahan perenungan kepada publik mengenai proses demokrasi yang sesungguhnya tanpa melahirkan keributan di masyarakat paling bawah.
"Buat apa sih kita berdemokrasi tapi tidak mengerti apa itu proses demokrasi? Dan, tidak mengerti kebodohan kita selama berdemokrasi sehingga menganggap proses yang kotor itu adalah proses demokratis," cetusnya.
Kata Ali, selama ini masyarakat menjadi pencuci dari produk-produk kotor para elite dengan dibungkus dengan sebutan demokrasi.
"Kita menjadi pencuci dari produk-produk kotor itu, yang kita sebut dengan demokrasi. Padahal nggak," timpalnya.
Jika melihat lebih dalam, kata Ali, mulai dari proses pencalonan sebenarnya telah berlaku praktek-praktek kotor di hampir semua Partai.
"Pencalonan itu sangat kotor, saya sempat ikut beberapa pencalonan, tiba-tiba (oknum Ketua Partai) bilang, kita akhiri saja ininya, yang penting siapa berani bayar satu kursi Rp1 miliar," ungkapnya.
"Itu yang tidak diketahui publik, dan di tempat lain juga begitu. Di provinsi satu kursi Rp5 miliar. Di kabupaten/kota, satu kursi Rp1 miliar. Dan, itu sudah menjadi rahasia publik juga," tambahnya.
Ali bilang, tidak ada proses demokrasi pada Pilkada langsung sebab dalam proses yang kotor itu rakyat diharuskan mencucinya.
"Mending langsung dipilih di DPRD saja. Seharusnya dari dulu tidak dipilih langsung lah, ini pekerjaan mafia demokrasi yang membuat kelihatan demokratis. Padahal sebenarnya menimbulkan mudharat yang sangat banyak," kuncinya.
Sebelumnya, melalui sambutannya dalam perayaan Puncak HUT ke-60 Partai Golkar di SICC, Bogor, pada Kamis (12/12/2024), Presiden Prabowo Subianto menegaskan perlu perbaikan sistem demokrasi di Indonesia.
Hal tersebut disetujui Prabowo saat mendengar pernyataan dari Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia.
"Kita semua merasakan demokrasi yang kita jalankan ada suatu atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama," kata Prabowo dilansir dari akun youtube Kabar Golkar, Jumat (13/12/2024).
Presiden mengatakan, tidak perlu malu untuk mengakui sistem demokrasi di Indonesia terlalu mahal. Dia menggambarkan meski menang pilkada, para calon tampak lesu karena telah mengeluarkan biaya yang besar.
"Menurut saya kita harus perbaiki sistem kita, dan kita tidak boleh malu untuk mengakui bahwa kemungkinan sistem ini terlalu mahal, betul?," kata Prabowo.
"Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu juga, yang menang lesu, apalagi yang kalah," katanya.
Prabowo memuji sikap Bahlil yang berani mengoreksi sistem demokrasi di Indonesia. Dia juga meminta Ketua DPR Puan Maharani yang hadir di acara tersebut untuk ikut serta memikirkan sistem demokrasi yang dianggap mahal.
"Apalagi ada Mbak Puan kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan partai-partai lain, mari kita berpikir mari kita tanya apa sistem ini berapa puluh triliun habis dalam satu dua hari dari negara maupun tokoh-tokoh politik masing-masing," jelasnya.
(Muhsin/fajar)