FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Respons beragam mendadak muncul setelah Presiden Prabowo Subianto membeberkan wacananya terkait perubahan mekanisme Pilkada.
Prabowo dalam usulannya mengisyaratkan agar Pilkada nantinya digelar secara tidak langsung atau dipilih oleh DPRD.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Rizal Fauzi menjelaskan bahwa konsep pemilihan oleh DPRD memang sejalan dengan interpretasi sila keempat Pancasila.
“Jika ditafsirkan bahwa wakil rakyat adalah representasi rakyat, maka pemilihan kepala daerah oleh DPRD bisa dibenarkan,” ujar Rizal, Sabtu (21/12/2024).
Dikatakan Rizal, penerapan sistem ini harus disertai dengan sistem kepartaian yang baik dan modern.
Jika anggota DPRD diberikan kebebasan penuh untuk menyuarakan aspirasi rakyat tanpa tekanan dari partai, kata Rizal, maka sistem tersebut bisa berjalan dengan baik.
Hanya saja, jika melihat fakta di lapangan saat ini anggota DPRD masih acapkali terikat pada keputusan Partai dan membuat usulan ini sulit untuk diimplementasikan secara ideal.
"Perlu kita ingat bahwa pemilihan ini efektif dan bisa dilakukan kalau sistem kepartaian kita bagus, sayangnya di Indonesia ini menjadi tantangan dalam sistem demokrasi kita," tukasnya.
Ia kemudian menarik contoh di Amerika Serikat (AS), sistem perwakilan juga diterapkan dalam pemilihan presiden melalui electoral college.
"Di Amerika juga polanya tidak berbeda dengan itu, ada pihak yang memiliki representasi memilih presiden dan tidak semua rakyat ikut memilih secara langsung dalam pemilihan presidennya," sebutnya.
Rakyat tidak memilih presiden secara langsung, melainkan melalui perwakilan yang ditunjuk. Namun, sistem ini berjalan baik karena budaya politik dan sistem kepartaiannya sudah mapan.
"Bahwa suara anggota DPR itulah suara partai politik, rata-rata atau semua anggota DPR itu mengikuti partainya karena kalau tidak bisa saja di PAW (dipecat)," ucapnya.
Dijelaskan Rizal, terdapat aturan yang memberikan kebebasan kepada setiap anggota DPR untuk merepresentasikan rakyatnya.
"Saya pikir tidak ada masalah. Makanya sistem ini bagus ditetapkan kalau sistem kepartaian kita mapan dan modern," imbuhnya.
Rizal kemudian menyoroti pentingnya membedakan antara pemilihan gubernur dan kepala daerah di tingkat kabupaten/kota.
“Provinsi tidak memiliki wilayah geografis secara langsung. Kewenangan mereka sering tumpang tindih dengan kabupaten/kota," Rizal menuturkan.
Menurutnya, dalam konteks desentralisasi, gubernur sebaiknya dipilih oleh DPRD karena posisinya lebih sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.
"Karena itu, gubernur sebaiknya dipilih atau ditunjuk oleh DPRD agar lebih sesuai dengan konsep pemerintahan yang terdesentralisasi,” jelasnya.
Sementara untuk kepala daerah di tingkat kabupaten/kota, Rizal menilai Pilkada langsung sebaiknya tetap dipertahankan dan dilaksanakan.
Ia menekankan bahwa dengan Pilkada langsung bisa mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan daerahnya.
Termasuk, menurut Rizal, Pilkada langsung juga bisa menjadi proses politik atau tempat rakyat belajar tentang demokrasi melalui keterlibatan aktif tersebut. Bahkan, Pilkada langsung juga dinilai memungkinkan masyarakat menilai langsung kualitas calon pemimpin mereka.
Mulai dari proses kampanye, debat terbuka, maupun proses-proses lainnya yang menjadi sarana penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat sebelum mereka menentukan pilihannya.
"Dalam hirarki kewenangan pemerintah provinsi dan daerah itu banyak tumpang tindih, karena provinsi tidak memiliki wilayah. Dalam konsep otonomi daerah, gubernur itu perpanjang tangan pemerintah pusat, berbeda konsepnya kalau pemerintah kabupaten/kota," tandasnya.
Rizal Kembali mengingatkan bahwa pembenahan sistem kepartaian harus menjadi prioritas utama jika Pilkada langsung ingin terus dipertahankan.
"Bagaimana membuat sistem kepartaian kita ini lebih modern, dalam artian tidak serta merta kewenangan di pihak pusat," terangnya.
Partai politik harus benar-benar menjadi wadah aspirasi rakyat, bukan sekadar alat kekuasaan segelintir elit politik.
Rizal bilang, jika regulasi diterapkan sebaiknya ikut dibuatkan regulasi yang memungkinkan anggota DPRD berbicara lebih bebas tanpa tekanan partainya. Dengan demikian, sistem perwakilan bisa berjalan lebih baik dan seimbang.
"Misalnya kalau beda pilihan berbeda dalam pemilihan kepala daerah tidak langsung di PAW, sehingga betul-betul merepresentasikan suara rakyat yang diwakilinya," kuncinya.
(Muhsin/fajar)