“Dengan berbagai insentif tersebut, saya optimistis perekonomian nasional tahun 2025 akan tetap tangguh. Inflasi akan terkendali di kisaran 2,5 persen dan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, sesuai target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2025,” jelas politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Kata dia, kenaikan tarif PPN ini tidak semestinya dipolitisir secara berlebihan. Apalagi, kebijakan itu merupakan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disepakati bersama.
“Termasuk oleh Fraksi PDI Perjuangan sebagai the ruling party sekaligus ketua panitia kerja UU HPP pada periode lalu,” imbuh Pimpinan DPR RI Bidang Koordinator Ekonomi dan Keuangan ini.
Adapun ia menyebut, Kebijakan PPN 12 persen sudah melewati pertimbangan teknokratis yang seksama. Sehingga, tidak akan memukul daya beli masyarakat atau menimbulkan inflasi yang tak terkendali.
“Kalau kita lihat dalam daftar komoditas yang masuk dalam Consumer Price Index atau Indeks Harga Konsumen, hanya 33 persen barang dan jasa yang merupakan objek PPN. Selebihnya, yaitu 67 persen tidak dikenakan PPN. Artinya, sebagian besar komoditas yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari tidak terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN,” terang Adies Kadir.
Menanggapi akan pandangan dari sebagian kalangan yang membandingkan kenaikan PPN 12 persen dengan kebijakan Vietnam yang memberikan diskon PPN dari 10 persen menjadi 8 persen untuk komoditas tertentu, ia menyebut bahwa kebijakan di Indonesia lebih longgar karena batas bawah tarif PPN Vietnam adalah 5 persen, sedangkan tarif bawah Indonesia adalah 0 persen.