FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kasus dugaan penganiayaan yang menimpa Jonikalep Lakarol, warga Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), oleh oknum anggota Kodim 1622 Alor pada 2 Januari 2025, sekitar pukul 10.00 WITA, memicu perhatian publik. Peristiwa yang terjadi di Kelurahan Teluk Mutiara itu kini ramai diperbincangkan di media sosial, memunculkan desakan dari berbagai pihak agar kasus ini segera dituntaskan.
Salah satu suara yang lantang muncul dari aktivis kemanusiaan asal Alor, Fridrik Makanlehi atau yang dikenal sebagai Fritz Alor Boy. Ia mendesak Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto untuk segera menertibkan oknum anggota TNI yang terlibat dalam dugaan penganiayaan tersebut.
"Saya mendengar informasi tentang dugaan penganiayaan ini dari media sosial. Setelah itu, saya langsung menghubungi keluarga korban serta Ketua DPRD Alor, Om Buce, dan Om Erwin untuk mencari tahu kebenarannya," ujar Fritz pada pernyataan resminya yang diterima redaksi fajar.co.id, Selasa (7/1/2024).
Ia menambahkan bahwa setelah mendengar kronologi dari pihak keluarga korban, ia merasa prihatin dengan tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh oknum TNI. "Sebagai putra Alor, saya miris melihat tindakan seperti ini. Menyelesaikan masalah tidak bisa dilakukan dengan kekerasan, apalagi oleh aparat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat," tegasnya.
Fritz juga menyoroti pentingnya penyelesaian masalah secara hukum, baik melalui jalur litigasi maupun non-litigasi. Menurutnya, tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan dalam hukum pidana. "Jika seseorang melakukan pelanggaran hukum, ada mekanisme hukum yang dapat ditempuh, bukan dengan cara kekerasan atau penganiayaan," jelasnya.
Sebagai aktivis kemanusiaan, Fritz meminta Panglima TNI untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang mencoreng citra TNI. "Saya berharap Bapak Panglima TNI segera menyelesaikan persoalan ini, baik melalui litigasi maupun non-litigasi, agar masyarakat tidak merasa takut terhadap TNI. TNI adalah sahabat masyarakat, dan tindakan seperti ini harus dihentikan," tuturnya.
Ia juga menekankan pentingnya pembinaan terhadap anggota TNI yang melanggar aturan. "Oknum-oknum yang nakal harus dibina kembali agar mereka menjadikan masyarakat sebagai mitra, bukan sebagai musuh," tambah Fritz.
Fritz pun mengingatkan bahwa perbuatan melawan hukum seperti penganiayaan telah diatur dalam KUHP, termasuk Pasal 466, Pasal 351, Pasal 262, dan Pasal 170. "Semua aturan ini jelas memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan. Saya berharap keadilan ditegakkan," pungkasnya. (zak/fajar)