FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI berencana mengundang Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk membahas polemik penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi timah di Bangka Belitung (Babel), yang mencapai Rp271 triliun.
"Insya-Allah kalau nanti disepakati dalam pleno, kami akan mengundang Jampidsus untuk berdiskusi soal ini. Semua masukan masyarakat, termasuk dari teman-teman asli Babel, kami akan sampaikan juga pada rapat tersebut," ujar Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman.
Pernyataan tersebut disampaikannya setelah menerima audiensi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Putra Putri Tempatan (Perpat) Babel dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Habiburokhman menyampaikan bahwa masyarakat asli Babel mempertanyakan apakah penghitungan kerugian negara yang sebesar Rp271 triliun itu sudah tepat. "Menurut pendapat teman-teman, penghitungan ini dianggap terlalu berlebihan atau terlalu lebay," ujarnya.
Perwakilan DPD Perpat Babel juga mengkritisi penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Bambang Hero Saharjo, yang bertindak sebagai saksi ahli dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada kurun 2015-2022.
Masyarakat lokal menilai bahwa besaran penghitungan tersebut telah merusak perekonomian daerah. "Masyarakat dan perusahaan menjadi takut beraktivitas di sektor pertambangan karena dampak dari kasus ini," kata Habiburokhman, yang menambahkan bahwa hal ini menyebabkan ekonomi masyarakat Babel menjadi lemah.
Komisi III DPR RI pun berencana menggelar rapat kerja bersama Kejaksaan dalam waktu dekat, setelah masa reses berakhir pada 20 Januari.
Di sisi lain, Ketua DPD Perpat Babel, Andi Kusuma, menilai bahwa penghitungan kerugian negara sebesar Rp271 triliun sangat janggal. "Kami tidak melindungi koruptor, tapi kami meminta Komisi III DPR RI untuk mengusut misteri Rp271 triliun ini," ujarnya.
Andi juga menilai penghitungan tersebut tidak relevan dan bertentangan dengan kewenangan penghitungan kerugian negara yang dimiliki Kejaksaan Agung melalui Bambang Hero selaku saksi ahli.
Sebelumnya, Andi Kusuma melaporkan Prof. Bambang Hero Saharjo ke Polda Bangka Belitung pada 8 Januari 2025, dengan tuduhan memberikan keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menilai pelaporan tersebut adalah langkah yang keliru. "Posisi ahli dalam memberikan keterangan adalah bebas dan dilindungi oleh undang-undang," ujar Harli.
Ia mengutip Pasal 1 angka 28, Pasal 120, dan Pasal 186 KUHAP serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menjamin perlindungan terhadap ahli dalam memberikan keterangan. (*)