FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kisah pilu Empan Supandi (51), seorang guru honorer di Sukabumi, menjadi cermin nyata bahwa kesejahteraan tenaga pendidik di Indonesia masih jauh dari merata.
Selama 12 tahun mengajar Bahasa Inggris di MTs Thoriqul Hidayah, Desa Bojong Tipar, Empan hanya menerima gaji Rp200 ribu per bulan.
Gaji Rp200 ribu per bulan merupakan jumlah yang jauh dari layak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tak hanya itu, setiap hari Empan harus berjalan kaki sejauh 12 kilometer untuk sampai ke sekolah, sebuah perjalanan yang berat untuk seseorang seusianya.
Meski demikian, ia tetap setia mendidik generasi muda tanpa keluhan.
Cerita Empan ini menyoroti ironi di tengah janji pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Tidak sedikit guru honorer seperti Empan yang hidup dalam kesulitan bertahun-tahun, menerima upah jauh di bawah standar, bahkan saat mereka berperan penting dalam mencerdaskan bangsa.
Pegiat media sosial, Lia Amalia yang membagikan kisah Empan di platform digital menyatakan bahwa ini adalah bukti nyata bahwa sistem penghargaan bagi guru, terutama honorer, masih belum memadai.
"Harus dapat gaji yang pantas," ujar Lia dalam keterangannya di X @liaasister (20/1/2025).
Kasus seperti Empan bukanlah satu-satunya. Di berbagai daerah, banyak guru honorer yang mengalami nasib serupa, bekerja penuh dedikasi tetapi dihargai dengan gaji yang tidak wajar.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kapan kesejahteraan tenaga pendidik benar-benar menjadi prioritas?
Masyarakat berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk memastikan guru honorer mendapatkan hak yang layak. Sebab, pendidikan berkualitas tak akan tercapai tanpa kesejahteraan para pengajarnya.