Beber Menteri-menteri yang Kinerjanya Dipertanyakan di 100 Hari Kerja, Jhon Sitorus: Banyak yang Ngaco

  • Bagikan
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pemerhati Sosial dan Politik, Jhon Sitorus mengkritik angka kepuasan 80,9 persen terhadap pemerintahan Prabowo - Gibran di 100 hari kerja pertama berdasarkan survei Litbang Kompas.

“Ngga ngapa-ngapain, tiba-tiba angka kepuasan 80,9 persen,” kata Jhon dalam akun X, pribadinya, Selasa, (21/1/2025).

Dia menyentil banyaknya menteri dari Kabinet Merah Putih yang kinerjanya dipertanyakan.

Mulai Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto menggunakan kop dan stempel kementerian untuk undangan Haul ibundanya, sekaligus Hari Santri, dan Tasyakuran.

Lalu Menteri HAM, Natalius Pigai yang meminta tambahan anggaran Rp20 Triliun untuk kementeriannya.

Kemudian Pernyataan Menteri Perumahan dan Permukiman, Maruarar Sirait, terkait pembangunan 40 ribu rumah dalam program tiga juta rumah sejak 20 Oktober 2024.

Belum lagi Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang baru-baru ini disoroti karena dianggap menentang perintah Presiden Prabowo terkait pembongkaran pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten.

”Padahal, menterinya banyak yang ngaco. Mulai dari memakai kop surat kementerian untuk acara keluarga, anggaran 20 Triliun dari Kementerian HAM, hoax 40.000 rumah sudah dibangun hingga KKP yang tiba-tiba tidak sependapat dengan Prabowo soal pagar laut Tangerang,” tutur Jhon.

Dia juga menyindir keras Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang hanya fokus pada bagi-bagi susu dan suka mengeluarkan pernyataan blunder.

”Wakilnya apalagi, hari-hari cuma sibuk bagi-bagi susu. Bicaranya bagai blunder yang gak pernah berhenti sehingga tak ada pernyataan yang bisa didengar dari mulutnya selain bicara dengan anak-anak SD saat bagi-bagi susu dengan komat kamit. Makan Bergizi Gratis?,” ujarnya.

Pegiat media sosial ini juga menyebut anggaran makan bergizi gratis hingga saat ini tidak jelas hingga ada usulan iuran dari masyarakat.

“Apalagi. Amburadul. Sumber pendanaan masih abu-abu dari mana asal yang jelas. Dana Baznas mulai diubek-ubek bahkan ada usul iuran dari masyarakat yang awokawokawokPrabowo?,” ungkapnya.

Lebih jauh, Jhon juga membahas terkait wacana memungkinkan Presiden untuk memaafkan koruptor yang mengembalikan kerugian negara.

“Lagi kontroversial soal memaafkan Koruptor dengan membebaskan tuntutan hukum asal uang korupsinya dikembalikan. Ini jelas sikap yang anti Pemberantasan korupsi,” jelasnya.

Ditambah wacana pengembalian sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

“Juga dengan wacana pemilihan kepala daerah lewat DPRD, makin ngaco lagi kualitas demokrasi kita, terkubur malah. Hasil tidak ada, pelaksanaan berantakan, kabinet serampangan. Jadi, atas dasar apa 80,9% itu? Jangan-jangan pelaksanaan surveinya didampingi aparat, kayak Pilpres 2024 kan, who knows?,” pungkasnya.

Diketahui, survei Litbang Kompas ini dilakukan terhadap 1.000 respoden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia pada 4-10 Januari 2025. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan