“Ini menunjukkan upaya menebalkan imunitas jaksa, bahkan sudah dilegalisasi melalui undang-undang,” tegas Edwin.
Sementara itu, Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar memandang bahwa perizinan seperti yang diatur dalam Pasal 8 Ayat 5 sebenarnya tidak diperlukan.
“Ketika jaksa menangani perkara, itu sudah menjadi kewenangan penuh, sehingga tidak perlu lagi perizinan dari atasan,” katanya.
Fickar juga mengkritik potensi intervensi yang justru terpusat di tangan Jaksa Agung. Karena semangat awal UU ini bertujuan untuk menghindari intervensi dari pihak luar,
“Tetapi ini justru semakin memusatkan intervensinya di Jaksa Agung,” tambahnya.
Pasal ini juga turut mengundang Akademisi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, untuk berkomentar, dimana dia menilai UU Kejaksaan 2021 dibuat dalam kondisi yang tidak ideal.
“Kita tahu ada kewenangan yang terlalu banyak ingin ditarik. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam penegakan hukum,” tandasnya. (zak/fajar)