Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pagar bambu tersebut bukan bagian dari proyek PIK 2, melainkan inisiatif masyarakat pesisir yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Di sisi lain, sejumlah nelayan di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, mengaku tidak merasa terganggu dengan keberadaan pagar laut tersebut. Mereka justru memanfaatkannya untuk mencari ikan dan kerang saat tidak bisa melaut. Selain itu, pagar bambu juga diharapkan mampu mengurangi abrasi yang terus mengikis garis pantai.
Salah satu nelayan, Wasmin bin Calan, mengatakan bahwa pagar bambu sepanjang tujuh kilometer di wilayah Desa Sukawali dibuat oleh masyarakat setempat sekitar tahun 2014.
"Awalnya hanya dibuat kecil-kecilan, beberapa meter saja. Lalu, banyak yang ikut membantu, tapi saya kurang tahu dari mana asal bantuannya," ujar Wasmin.
Ia menjelaskan bahwa pagar bambu tersebut digunakan untuk budi daya kerang hijau, cumi-cumi, dan ikan. "Habitat ikan itu berkumpul di sekitar pagar ini. Jadi, fungsinya mirip sero, semacam rumpon yang berada di pinggir laut," tambahnya.
Selain itu, Wasmin juga mengungkapkan kekhawatiran warga mengenai abrasi. Menurutnya, jarak antara jalan desa dengan bibir pantai yang sebelumnya sekitar 1.200 meter kini hanya tersisa 500 meter. Wilayah yang tergerus abrasi tersebut dulunya merupakan hutan bakau dan empang.
Terkait anggapan bahwa pagar bambu mengganggu nelayan, Harjo Susilo, nelayan asal Desa Sukawali, menegaskan bahwa nelayan di daerahnya tidak merasa terganggu.
"Kalau nelayan Sukawali, pagar ini tidak menjadi masalah. Bahkan ada manfaatnya, seperti menahan abrasi dan bisa digunakan untuk sero," ujar Harjo.