Fajar.co.id - Gunung Bulusaraung, yang berada di kawasan Pegunungan Mallawa, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, kembali menjadi tujuan para wisatawan pendaki setelah dibuka awal Januari 2025.
Sebelumnya, gunung ini sempat ditutup pada akhir Oktober 2024 untuk pemulihan ekosistem dan perbaikan tata kelola jalur pendakian.
Dengan pembaruan ini, Gunung Bulusaraung kini menawarkan pengalaman mendaki yang lebih terjaga dan teratur, tanpa mengurangi tantangan alamnya yang khas.
Dikutip dari Balai Taman Nasional Bulusaraung, Bulusaraung berasal dari dua suku kata, yaitu "Bulu" dan "Saraung." Nama ini berasal dari bahasa Bugis, Makassar dan Dentong. Dalam bahasa tersebut, "Bulu" berarti gunung, sedangkan "Saraung" merujuk pada topi caping, yaitu topi tradisional yang biasa digunakan oleh petani untuk melindungi diri dari hujan dan terik matahari.
Dari kejauhan Gunung Bulusaraung nampak seperti topi caping yg kokoh melindungi flora dan fauna endemik berusia ribuan tahun yang berada di naungannya.
Memang tak setinggi gunung-gunung lainnya di Indonesia. Dengan ketinggian "hanya" 1.353 mdpl, namun gunung ini tidak dapat dianggap remeh secara jalur pendakiannya yang penuh tantangan.
Dalam pendakian kali ini, tim ekspedisi dari Fajar.co.id menjadi salah satu kelompok yang menjajal jalur pendakian setelah resmi dibuka kembali.
Pendakian dilakukan secara tektok (tanpa bermalam) yang dimulai dari pos registrasi. Cuaca yang kurang bersahabat, berupa hujan dan kabut tebal, menambah tingkat kesulitan perjalanan, namun tidak menyurutkan semangat tim.
Gunung Bulusaraung dikenal memiliki medan yang beragam dan menantang. Jalurnya didominasi oleh akar-akar pohon yang menjalar di permukaan tanah, tanah liat yang menjadi sangat licin saat hujan, serta bebatuan besar yang kerap menjadi tantangan.
Hujan yang turun sepanjang perjalanan membuat jalur semakin sulit dilalui, memaksa setiap anggota tim untuk berhati-hati di setiap langkah.
Estimasi pendakian menuju puncak memakan waktu kurang lebih sekitar 3 jam (tergantung tiap individu ataupun tim). Sepanjang perjalanan, Tim melewati hutan tropis yang lebat dengan suara gemerisik hujan yang mengiringi.
Meskipun kabut menutupi sebagian besar pemandangan, suasana alami dan tantangan medan menjadi daya tarik tersendiri.
Puncak dan Perjalanan Turun:
Saat tiba di puncak, kabut tebal menyelimuti pandangan. Meski panorama khas Bulusaraung seperti kota Pangkep dan Laut Makassar tidak terlihat jelas, rasa puas karena berhasil mencapai puncak tetap terasa.
Setelah istirahat singkat, tim memulai perjalanan turun yang berlangsung lebih cepat, hanya memakan waktu 2 jam.
Namun, perjalanan turun pun tidak kalah menantang. Medan yang licin akibat hujan membuat setiap langkah harus diperhitungkan dengan baik. Akar pohon dan bebatuan tetap menjadi rintangan utama yang harus dihadapi dengan kehati-hatian.
Keindahan yang Terjaga:
Penutupan Gunung Bulusaraung beberapa bulan lalu untuk pemulihan ekosistem memberikan dampak positif terhadap kondisi jalur pendakian. Vegetasi terlihat lebih terjaga, dan tata kelola jalur yang baru memberikan pengalaman mendaki yang lebih aman dan nyaman.
Gunung ini tidak hanya menjadi tempat petualangan yang menantang, tetapi juga simbol perlindungan alam.
Selain dari itu, beberapa literatur lontara dan hikayat juga nyebutkan bahwa Bulu Saraung merupakan tempat sakral bagi para "Tubarania" dalam mencari ilmu spritual.
Bulusaraung memberikan pelajaran penting tentang kesabaran, kerja sama, dan penghormatan terhadap alam serta ungkapan analogi yang menggambarkan kekuatan spiritual untuj menggugah semangat.
Tim Fajar.co.id berharap dari pendakian ini menjadi inspirasi bagi pendaki lain untuk menjaga kelestarian alam Gunung Bulusaraung, sehingga generasi mendatang masih dapat menikmati keindahan dan tantangan yang ditawarkan gunung ini. (hmk/fajar.co.id)