Jubir Appi-Aliyah Yakin Hakim MK Tolak Gugatan INIMI, Pakar Hukum: Tidak Sesuai Fakta Persidangan

  • Bagikan
Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan dismissal atau upaya hakim meneliti, memilah gugatan yang masuk ke persidangan lanjutan pada tanggal 4 dan 5 Februari 2025 mendatang.

Termasuk putusan gugatan calon Wali Kota dan Wakil, Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi Amir Uskara (INIMI) di Pilwali Makassar, pada gugatan perselisihan hasil pilkada (PHP).

Merespon jelang amar putusan Dismissal di MK, Juru Bicara pasangan Wali Kota dan wakil Wali Kota Makassar terpilih, Munafri Arifuddin – Aliyah Mustika Ilham (MULIA) Widya Syadzwina mengatakan, sangat yakin MK menolak gugatan yang didalilkan pemohon tim INIMI.

"Kami sangat optimis, pertimbangan bukti yang tidak kuat, hakim MK menolak gugatan tim INIMI, sehingga tidak masuk ke tahapan lanjutan pembuktian di MK," kata Wina, Minggu (2/2/2024).

"Namun tentunya kami optimis hakim akan memutuskan dismissal atas gugatan tersebut," lanjutnya.

Salah satu alasan kata Wina, dalil pemohon (INIMI) yang dipatahkan oleh jawaban termohon (KPU-Bawaslu) serta pihak terkait. Maka tim MULIA optimis gugatan ditolak dan tidak masuk sidang Pembuktian.

"Jika menyaksikan dan menyimak dalil pemohon (INIMI). Dipatahkan semua oleh termohon (KPU dan Bawaslu) di sidang MK, bahkan jawaban termohon rasional sekali," jelasnya.

Kendati demikian, sebagai tim dari paslon MULIA (pihak terkait) Wina pihaknha siap menerima apapun hasil keputusan yang akan dibacakan oleh MK.

"Sebagai pihak terkait, kami telah mempersiapkan diri menghadapi ini semua. KPU dan Bawaslu Makassar juga sudah sangat baik dalam mengikuti proses di MK," tuturnya.

"Karena itu, sekali lagi kami optimis karena gugatan INIMI tidak cukup untuk membuktikan adanya pelanggaran yang dapat mempengaruhi hasil Pemilihan Walikota Makassar," tambah Wina.

Sebelumnya, Pakar Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Dr. Amir Ilyas, SH. MH, menyebut dalil yang dimohonkan tim pasangan Indira-Ilham di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) sangat aneh, karena tidak jelas materi gugatan.

Menurut Guru besar Fakultas Hukum Unhas itu, bahwa dalil pemohon tim Indira-Ilham dalam sidang MK bersifat "ambiguous" atau kabur. Bahkan, tidak jelas dan kontradiktif antara posita (dasar hukum) dan petitum (tuntutan).

"Kalau kita membaca dan menyimak dalil pemohon (tim hukum paslon INIMI) di sidang MK, sangat aneh. Pada petitum pemohon vague (tidak jelas) juga ambiguous (kabur)," jelas Prof. Amir Ilyas, Selasa (21/1/2025), usai menyimak keterangan pihak termohon dan pihak terkait pada sidang MK.

Lebih lanjut, Wakil Dekan Bidang Inovasi, Kemahasiswaan, Alumni, dan Kemitraan pada Sekolah Pascasarjana Unhas itu menuturkan poin-poin tuntutan tim hukum INIMI selaku pemohon tidak memenuhi syarat hukum untuk diproses di MK.

"Fakta persidangan di MK, jawaban dari termohon dan pihak terkait sangat jelas mwmbuat hakim MK memahami. Apa dasarnya? Karena materi gugatan pemohon antara posita didalilkan tidak sesuai petitum," tutur Prof. Amir.

Akademisi Unhas itu mencontohkan, pemohon dalilkan dalam petitum ada data 300 lebih TPS di 15 kecamatan katanya bermasalah data pemilih mencoblos.

Namun, ditampilkan hanya 39 TPS. Ini kan tidak signifikan dan keterangan tidak jelas dari tim INIMI. Ini tidak sesuai dalil mereka.

Ia menilai bahwa, tuduhan kecurangan yang disampaikan oleh kubu INIMI, seperti manipulasi Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT) dan tanda tangan palsu tidak sesuai fakta persidangan.

"Mengenai tanda tangam palsu, sudah terjawab bahwa, kata kunci adalah mereka dapat undangan form C6 memilih sehingga datang ke TPS, jadi tidak diwakili. Sehingga, tuduhan dari pemohon sangatlah tidak rasional," jelasnya.

Tak hanya itu, Prof. Amir menuturkan dalil pemohon soal tingkat partisipasi masuk dalam petitum sangatlah lucu. Menurutnya, setiap hajatan pilwali Makassar tingkat partisipasi pemilih relatif, sehingga tidak ada paslon yang mengintervensi pemilih.

Ia mencontohkan, pada pilwali Makassar, tahun 2013 partisipasi pemilih sebesar 58,9 persen, sedangkan pada pilkada 2018 sebesar 57,2 persen. Sementara itu, pilkada 2020 sebesar 59,6 persen.

Jika dibandingkan dengan partisipasi pilkada yang tertinggi berada pada tahun 2013 itu meningkat 0,7 persen. Namun, jika dibandingkan dengan partispasi pilkada 2020 dengan pilkada yang terkahir 2018 meningkat 2,4 persen.

"Sangat lucu kalau pemohon soal partisipasi masuk dalil pemohon. Apalagi disebut ada intervensi pemilih. Kalau kita lihat 2013, 2018 mulai angka 57 dan 58 persen," ungkapnya.

"Katanya paslon lawan arahakan pemilih atau intervensi, seharusnya incumben mengarahakan. Jadi, sangat lucuh kalau tudihan ke lawan arahkan. Kan semua dalil pemohon juga terbantahkan di depan hakim MK kan," lanjut Prof. Amir.

Sebagai tenaga pengajar bidang Hukum, ia sangat optimis gugatan sengketa hasil Pilwali Makassar 2024 yang diajukan oleh pasangan Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi (INIMI) MK tidak diterima. Bahkan ia menyarankan MK tidak melanjutkan ke tahapan selanjutnya.

Ditambahkan, alasannya juga jelas bahwa tidak cukup alasan MK menerima gugatan, karena lampaui ambang batas. Begitu pun kedudukan pemohon hanya nomor urut 3, menurutnya, sangat tidak relefan menuduh dengan dalil yang sifatnya opini.

"Saya lihat semua dalil yang dikemukakan tim INIMI ditolak MK atau dismisal (karena tidak cukup bukti). Sehingga saya sarankan gugatan pemohon tidak akan lanjut tahapan berikut," saran Amir.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan