FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman, berbagi kisah inspiratif tentang perjalanan hidupnya saat menghadiri wisuda Universitas Negeri Makassar (UNM) beberapa waktu lalu.
Dalam pidatonya, ia menceritakan pengalaman masa mudanya yang penuh perjuangan, mulai dari menjadi Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), honorer, hingga mencapai posisi puncak di pemerintahan.
"Anak-anakku, mau lihat testimoni? Lihat kami dulu PPL honor. Almost impossible, 15 tahun kemudian kami pada posisi puncak dan tidak pernah diperhitungkan di Republik ini," ujar Amran, mengawali ceritanya.
Ia mengenang bagaimana kehidupannya sebagai mahasiswa yang sederhana, tinggal di kos-kosan sangat sederhana, dan bahkan sempat mengalami penolakan cinta.
"PPL, miskin, jelek, saya jatuh cinta, ditolak. Saya beri tahu, pada saatnya Anda akan menyesal," katanya sambil berkelakar, disambut tawa para wisudawan.
Amran melanjutkan ceritanya dengan penuh humor. Ia mengisahkan bagaimana dirinya bersaing mendapatkan hati seorang gadis cantik, anak pemilik kos tempatnya tinggal.
"Yang bersaing waktu itu ada yang pakai mobil Kijang kotak, satu naik Vespa, aku jalan kaki. Sementara sandalku, satu merah, satu putih, karena anak kosan sering tukaran sandal," katanya, mengundang gelak tawa audiens.
Meski ditolak, Amran menyimpan tekad kuat dalam hatinya. Ia berjanji dalam dirinya bahwa suatu hari ia akan membuktikan diri.
"Tahu, begitu aku ditolak, saya katakan, 15 tahun lagi kita akan ketemu," sebutnya.
Dan benar, tahun 2014 ia dilantik sebagai Menteri, lalu pada 2015 ia menghadiri reuni alumni yang dihadiri ribuan orang.
"Saya katakan kepada mak comblang saya yang gagal dulu, hadirkan yang satu, yang memberi pelajaran 15 tahun lalu. Kalau tidak hadir, aku tidak ingin memberikan pidato di depan alumni kita," ujarnya dengan nada penuh emosi.
Momen yang ia nantikan pun terjadi. Saat ia bertemu kembali dengan sang gadis yang dulu menolaknya, perasaan haru meliputi mereka.
"Ketemu di Claro, dengan mak comblang, dengan temannya. Dia peluk saya langsung menangis. Ibunya juga peluk saya," kenangnya.
Namun, cerita tidak berhenti di situ. Amran mengungkapkan bahwa suatu ketika ia mengetahui bahwa sang gadis tengah menghadapi kesulitan. Tanpa ragu, ia mengirim bantuan secara diam-diam.
"Aku kirim utusan bantu mereka, kami kirimi box kue. Dia buka di Bali, menangis. Ibunya bertanya, ‘Yang ibu bina dulu dan ibu tolak ini yang berikan dolar dan menyelesaikan masalah kita, Bu,’" tuturnya.
Di akhir ceritanya, Amran menegaskan bahwa pengalaman itu menjadi bagian penting dalam perjalanannya.
"Kenapa? Dia menjadi bagian dari hidupku. Saya berdiri di tempat ini, dia punya kontribusi karena melakukan tekanan cinta yang luar biasa," pungkasnya.
(Muhsin/fajar)