Polemik Pagar Laut dan Gas Elpiji, Said Didu: Ini Akibat Demokrasi Sogok, Pejabat Tidak Pikir Nasib Rakyat

  • Bagikan
Muhammad Said Didu.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, kembali melontarkan kritik tajam terhadap kondisi politik dan ekonomi di Indonesia.

Ia menyoroti berbagai polemik yang tengah terjadi, mulai dari pagar laut, kelangkaan gas elpiji 3 kilogram, hingga biaya kuliah yang disebut tidak bisa murah.

Said Didu menilai bahwa kebijakan pemerintah saat ini tidak berpihak kepada rakyat karena lahir dari sistem politik yang transaksional.

"Hasil Demokrasi sogok," ujar Said Didu di X @msaid_didu (5/2/2025).

Dikatakan Said Didu, pemimpin yang berkuasa dengan cara menyogok rakyat saat pemilu cenderung tidak akan memikirkan kesejahteraan masyarakat.

"Penguasa yang dapat kekuasaan lewat menyogok rakyat tidak akan pikirkan nasib rakyat," cetusnya.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pola pikir pemerintah seperti ini membuat rakyat yang telah dibayar tidak lagi diperbolehkan untuk mengkritik atau menuntut haknya.

"Di otak mereka, karena rakyat sudah mereka bayar maka tidak boleh lagi protes," Said Didu menuturkan.

Said Didu bilang, praktik korupsi saat ini seolah dianggap hal biasa oleh para pemegang kekuasaan.

"Bahkan korupsi pun mereka tidak merasa salah," sesalnya.

Ia pun berharap masyarakat bisa lebih sadar akan dampak dari politik uang dalam pemilu, yang menurutnya hanya akan membawa penderitaan bagi rakyat.

"Semoga rakyat sadar bahwa memilih karena disogok akan bikin menderita," tandasnya.

Sebelumnya, muncul isu mengenai tabung gas elpiji 3 kilogram yang diduga sengaja diperbesar untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus pagar laut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, yang dikenal dekat dengan mantan Presiden Jokowi, terus dikaitkan dengan kasus ini.

Bahkan, ia masuk dalam daftar lima pejabat terkorup dunia versi OCCRP.

Menurut pengamat ekonomi dan politik, Anthony Budiawan, kebijakan yang dikeluarkan Bahlil terkait tabung gas elpiji 3 kilogram patut dicurigai.

Ia menduga kebijakan tersebut dimaksudkan untuk melindungi Jokowi dari sorotan negatif yang semakin tajam.

“Patut diduga, kebijakan gas elpiji 3 kg yang menyengsarakan rakyat ini untuk pengalihan isu sertifikat laut ilegal, yang sudah membuat panik Jokowi dan kroninya,” ujar Anthony kepada fajar.co.id pada Selasa (4/2/2025).

Anthony juga berpendapat bahwa para Menteri yang diangkat oleh Jokowi tidak hanya menjadi penghalang dalam pemerintahan Presiden Prabowo, tetapi juga banyak menghabiskan energi untuk kebijakan yang tidak produktif.

Oleh karena itu, ia menyarankan Prabowo untuk segera memberhentikan seluruh menteri yang berasal dari Jokowi.

“Oleh karena itu, Prabowo sebaiknya memberhentikan semua menteri Jokowi,” tegasnya.

Anthony lebih lanjut mengungkapkan bahwa kebijakan Bahlil mengenai gas elpiji 3 kilogram tampaknya dirancang untuk mendiskreditkan Prabowo demi kepentingan Gibran, anak dari Jokowi.

“Kemungkinan besar Jokowi yang mengatur,” katanya.

Ia menyarankan agar untuk memastikan roda pemerintahan Prabowo berjalan sesuai dengan visi dan misinya, orang-orang yang masih loyal kepada Jokowi harus segera disingkirkan.

"Bahlil, dan orang-orang Jokowi lainnya seharusnya tidak boleh lagi dipakai oleh Prabowo," tukasnya.

Anthony juga menjelaskan bahwa para Menteri yang masih memiliki loyalitas tinggi terhadap Jokowi mendapat posisi tersebut berkat permintaan Jokowi kepada Prabowo.

Menurutnya, mereka hanya bekerja untuk kepentingan Gibran, dan hal ini berpotensi untuk mendiskreditkan Prabowo.

“Mereka menjadi menteri atas jasa Jokowi yang minta ke Prabowo,” terangnya.

Namun, Anthony mengapresiasi langkah cepat yang diambil oleh Presiden Prabowo Subianto dalam membatalkan kebijakan yang dirasa memberatkan rakyat. Respon tersebut, menurutnya, sangat positif.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan