FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, mengkritik keras kondisi tata kelola negara saat ini.
Ia menilai bahwa berbagai lembaga negara telah keluar dari fungsinya, sehingga perlu dilakukan penataan ulang, termasuk melalui amandemen konstitusi secara terencana dan sistematis.
"Menata ulang negara, sudah waktunya kita memikirkan amandemen konstitusi secara terencana dan sistematis," ujar Sudirman di X @sudirmansaid (6/2/2025).
Sudirman menyoroti berbagai masalah dalam praktik tata negara, di antaranya peran DPR yang semakin masuk ke ranah eksekutif dengan keinginan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat publik.
"Kekacauan praktik tata negara seperti dibawah ini harus diluruskan," cetusnya.
"DPR lembaga legislatif makin masuk ke ranah eksekutif, mau cawe-cawe angkat-pecat pejabat publik," sambung dia.
Ia juga mengkritik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menurutnya seharusnya dipimpin oleh sosok terpercaya, tetapi kini justru diisi oleh politisi.
"BPK lembaga audit tertinggi bukannya dipimpin orang terpercaya, tetapi diurus politisi," Sudirman menuturkan.
Selain itu, Sudirman menyoroti peran kepolisian yang menurutnya telah berubah menjadi alat politik alih-alih melayani dan melindungi masyarakat.
"Polisi bukannya melindungi dan melayani, tetapi jadi Parcok, alat pemenangan politik," sebutnya.
Ia juga menyinggung lemahnya supremasi hukum, yang lebih berfungsi sebagai alat untuk menekan lawan politik dibandingkan menjaga keadilan.
"Hukum tak bertungsi menjaga rasa adil, tapi jadi alat pukul lawan politik," tambahnya.
Tak hanya itu, ia menyoroti Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurutnya telah "diperkosa" menjadi "mahkamah keluarga," jauh dari peran idealnya sebagai penjaga konstitusi.
"MK, diperkosa jadi mahkamah keluarga, jauh dari peran sebagai the guardian of constitution," sentilnya.
Ia juga mengkritik praktik nepotisme yang membuka jalan bagi pemimpin yang lahir dari "anak haram konstitusi."
"Nepotisme membuka jalan bagi anak haram konstitusi memimpin negara. Otonomi yang memberi ruang tumbuh bagi daerah, dihancurkan oleh keserakahan resentralisasi," tandasnya.
Lebih lanjut, ia menyesalkan bahwa otonomi daerah yang seharusnya mendorong pertumbuhan justru dihancurkan oleh upaya resentralisasi yang serakah.
Sudirman bilang, praktik state-corporate crime juga semakin memperburuk iklim ekonomi dan bisnis di Indonesia.
"Praktik state-corporate crime tak mungkin menghasilkan ekonomi dan bisnis yang sehat dan kuat," imbuhnya.
Sudirman kemudian mengajak masyarakat untuk mengembalikan kewarasan bernegara dan tidak pernah lelah mencintai Indonesia.
"Kembalikan kewarasan bernegara, jangan pernah lelah mencintai Indonesia," kuncinya.
(Muhsin/fajar)