Dalam klarifikasinya, Annar menjelaskan bahwa peralatan mesin cetak yang ditemukan dalam kasus ini awalnya digunakan untuk keperluan usaha restoran dan bursa ikan miliknya, serta alat peraga kampanye Pilkada.
Namun, setelah dirinya batal mencalonkan diri sebagai gubernur Sulawesi Selatan, ia menginstruksikan teknisi bernama Syahruna untuk menjual peralatan tersebut.
Menurut Annar, ia menerima kabar bahwa mesin-mesin tersebut telah terjual dengan harga Rp250 juta, tetapi hingga kini ia mengklaim belum menerima pembayaran dari hasil penjualan tersebut.
Ia juga mengungkapkan bahwa nama dirinya mulai dikaitkan dengan kasus ini setelah aparat melakukan penggerebekan di rumahnya pada 8 Desember 2024.
Saat itu, Annar sedang berada di Jakarta dan baru mendapat informasi bahwa teknisinya, Syahruna, ditangkap bersama seseorang bernama Andi Ibrahim di kawasan Kampus UIN Makassar.
"Saya kaget, karena sebelumnya Andi Ibrahim pernah datang ke rumah saya bersama Ryan Latief untuk melihat mesin cetak. Setelah mengetahui mereka membawa banyak mata uang asing dan alat sensor uang, saya langsung meminta Syahruna untuk tidak berhubungan lagi dengan mereka," ujar Annar dalam pesannya.
Ia juga menyebut bahwa dirinya sama sekali tidak mengetahui adanya dugaan pencetakan dan peredaran uang palsu yang dituduhkan kepadanya.
"Saya bersumpah demi Allah, demi Rasul, bahwa saya tidak terlibat dan tidak pernah menerima hasil dari perbuatan haram tersebut," tegasnya.
Lebih lanjut, Annar menuding bahwa ada "permufakatan jahat" dalam proses hukum yang menjeratnya. Ia mengklaim awalnya hanya dipanggil sebagai saksi, tetapi kemudian ditetapkan sebagai tersangka secara tiba-tiba.