Said Didu Sindir Prabowo, Sampai Bawa-bawa Nama Soeharto dan Habibie

  • Bagikan
Said Didu. Ilustrasi Foto: Ricardo/dok.JPNN.com

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik sekaligus mantan pejabat BUMN, Muhammad Said Didu, menyoroti sikap Presiden Prabowo Subianto yang dinilai masih terlalu dekat dengan mantan Presiden Joko Widodo.

Ia membandingkan Prabowo dengan mantan presiden sebelumnya, seperti Soeharto dan B.J. Habibie, yang berani mengambil langkah berbeda dari pendahulunya demi kepentingan negara.

"Pak Harto jadi Presiden dari penyerahan Bung Karno lewat Supersemar. Pak Habibie jadi Presiden diserahkan oleh Pak Harto," ujar Said Didu di X @msaid_didu (12/2/2025).

Blak-blakan, Said Didu menuturkan bahwa mestinya Prabowo berani membuat kebijakan yang betul-betul membuat rakyat kecil tersenyum.

"Pak Prabowo jadi Presiden karena pilihan rakyat," Said Didu menuturkan.

Ia menekankan bahwa baik Soeharto maupun Habibie berani mengambil keputusan yang berbeda dari pemimpin sebelumnya untuk menyelamatkan negara.

"Tapi Pak Harto dan Pak Habibie berani beda dengan Presiden yang 'menjadikannya' demi selamatkan negaranya," imbuhnya.

Namun, menurut pria kelahiran Pinrang ini, hal tersebut belum terlihat dalam kepemimpinan Prabowo.

"Pak Prabowo?," tandasnya.

Sebelumnya, sikap Presiden Prabowo Subianto terhadap warisan pemerintahan Jokowi terus menjadi sorotan publik.

Pengamat politik Faizal Assegaf mempertanyakan apakah Prabowo akan melindungi atau justru mengadili Jokowi atas berbagai kontroversi yang ditinggalkannya setelah masa jabatannya berakhir.

Pernyataan ini muncul setelah aksi demonstrasi serentak yang menuntut agar Jokowi diadili.

Tak lama setelahnya, Prabowo muncul dengan pernyataan tegas yang kembali menegaskan kesetiaannya kepada Jokowi. Sikap ini menimbulkan berbagai spekulasi dan kritik tajam.

"Prabowo seolah terusik dan menuding ada upaya untuk memisahkannya dari Jokowi. Namun, omon-omon Prabowo menuai berbagai cemoohan dan spekulasi," ujar Faizaldi X @faizalassegaf (11/2/2025).

Media sosial pun ramai dengan beragam ekspresi kekecewaan dari masyarakat.

Tidak sedikit pihak mempertanyakan mengapa seorang pemimpin yang dianggap merusak tatanan negara masih dirangkul dan diposisikan secara istimewa.

Namun, ada pula analisis yang menyebut bahwa Prabowo tengah memainkan taktik politiknya sendiri.

"Sebagian pihak meyakini ini hanya strategi Prabowo, merangkul kepala, tetapi melucuti kaki dan tangan loyalis Jokowi," kata Faizal.

Prabowo disebut mulai melucuti beberapa kebijakan dan pengaruh Jokowi secara perlahan.

Meski demikian, dinamika politik ke depan masih akan sangat bergantung pada perkembangan situasi dan tekanan publik.

Faizal juga menekankan bahwa tuntutan rakyat agar Jokowi diadili semakin masif dan membuat Prabowo berada dalam posisi sulit.

"Prabowo berbasa-basi membela Jokowi, tetapi dia sadar bahwa arus kemarahan rakyat terus membesar menuntut keadilan dalam bernegara," tambahnya.

Seruan untuk mengadili Jokowi, menurut Faizal, telah menjadi bagian dari gerakan yang lebih besar sebuah pemanasan revolusi yang membangkitkan kesadaran kolektif rakyat terhadap berbagai ketidakadilan yang terjadi selama pemerintahan Jokowi.

"Tidak ada jalan kompromi untuk meredam kemarahan rakyat. Prabowo harus memilih, berpihak pada keadilan rakyat atau terperangkap dalam kepentingan dinasti Jokowi," pungkasnya.

Desakan agar Jokowi diadili tampaknya masih akan terus bergulir, dan langkah politik Prabowo dalam menghadapi isu ini akan menjadi penentu arah pemerintahan ke depan.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan