Prof Jimly: Banyak Anggaran Tak Berguna untuk Rakyat

  • Bagikan
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie (tengah), Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams (kiri), dan akademisi bidang hukum Bintan R. Saragih (kanan) saat dilantik jadi anggota MKMK di Jakarta, Selasa (24/10/2023). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie, menyoroti langkah efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto.

Dikatakan Jimly, kebijakan ini dapat menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kualitas dan relevansi penggunaan APBN maupun APBD di seluruh Indonesia.

"Baik untuk dimanfaatkan evaluasi total kualitas dan relevansi anggaran APBN dan APBD seluruh Indonesia dengan tujuan dan sasaran pembangunan," ujar Jimly di X @JimlyAs (13/2/2025).

Jimly mengungkapkan bahwa sejak era reformasi, sekitar 50 persen anggaran negara dinilai mubazir dan tidak benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat.

"Sejak reformasi, terdapat setidaknya sekitar 50 persen anggaran mubazir yang tidak berguna untuk rakyat," tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah besar dengan memangkas anggaran belanja negara 2025 sebesar Rp306,7 triliun.

Pemangkasan ini mencakup anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun serta dana transfer ke daerah senilai Rp50,6 triliun.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, menyebut bahwa pos belanja perjalanan dinas dan ATK juga dipangkas signifikan.

"Masyarakat terkejut. Banyak pihak prihatin, pemangkasan anggaran ini akan membuat ekonomi kontraksi," ujar Anthony kepada fajar.co.id, Senin (10/2/2025).

Dikatakan Anthony, langkah Presiden Prabowo seolah-olah bahwa akan mengurangi total belanja negara secara keseluruhan.

"Tetapi, keprihatinan tersebut tidak ada dasarnya," ucapnya.

Anthony bilang, pemotongan pos anggaran belanja tersebut tidak akan mengurangi total anggaran belanja negara yang sudah ditetapkan dalam APBN, yaitu sebesar Rp3.621,3 triliun.

"Selama total belanja negara masih sama jumlahnya seperti yang dianggarkan, maka kebijakan pengalihan anggaran dari satu pos belanja ke pos belanja lainnya tidak akan berpengaruh (besar) pada pertumbuhan ekonomi, ceteris paribus," bebernya.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa kebijakan pengalihan pos anggaran ini bukan merupakan kebijakan fiskal kontraksi.

"Pengalihan atau realokasi anggaran pada hakekatnya adalah kebijakan untuk melakukan redistribusi pendapatan," sebutnya.

"Dengan menunjukkan keberpihakan anggaran kepada kelompok masyarakat tertentu, di atas kelompok masyarakat lainnya," tambahnya.

Anthony melihat, hal tersebut merupakan salah satu fungsi fiskal yang sangat penting. Redistribusi pendapatan.

"Dalam hal ini, ekonomi politik anggaran presiden Prabowo nampaknya tidak berpihak pada sektor infrastruktur, tetapi lebih fokus dan menitikberatkan pada kelompok masyarakat miskin, yang menjadi sasaran makan bergizi gratis," tandasnya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan