PIK2 Mirip Kasus Rempang, Ferdinand Satu Suara dengan Said Didu: Komnas dan Kementerian HAM Jangan Diam

  • Bagikan
Said Didu & Ferdinand

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDIP, Ferdinand Hutahean, menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2) yang diungkap oleh Said Didu dan Abraham Samad.

Ferdinand menilai bahwa Komnas HAM dan Kementerian Hukum dan HAM seharusnya sudah turun langsung ke lokasi untuk memastikan kebenaran laporan tersebut.

"Turun melihat apakah ada pelanggaran HAM atau tidak," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Jumat (14/2/2025).

Ia blak-blakan menyenangkan karena sejauh ini Komnas HAM maupun Kementerian HAM belum berbuat apa-apa meskipun telah ramai jadi perbincangan.

"Sampai sekarang kita tidak melihat Komnas HAM turun, tidak melihat Kementerian HAM juga turun," sebutnya.

Ia mendukung langkah yang dilakukan oleh Said Didu dan Abraham Samad dalam mengungkap dugaan pelanggaran HAM tersebut.

"Jadi apa yang dilakukan saudara Said Didu dan pak Abraham Samad, saya pikir itu penting," ucapnya.

Menurutnya, laporan yang disampaikan harus ditindaklanjuti oleh aparat berwenang dan tidak dibiarkan begitu saja.

"Laporan tersebut harus ditindaklanjuti oleh aparat, jangan berdiam diri lah," cetusnya.

Kata Ferdinand, warga setempat tidak pernah mengganggu proses pembangunan. Justru kenyamanan mereka dalam bertahan hidup yang terusik.

"Jadi memang kita tidak menghambat pembangunan, sama sekali tidak. Silakan PIK berjalan, tapi ikuti aturan dan ketentuan. Jangan ada penindasan apalagi pelanggaran terhadap HAM masyarakat di sana," imbuhnya.

Ferdinand juga menyinggung kasus serupa di Rempang, yang hingga kini belum mendapatkan kejelasan dari pemerintah.

"Jangan rakyat dibiarkan, tapi memang bangsa kita sudah tidak perduli dengan HAM yah karena di Rempang juga begitu, tidak ada kejelasan," tandasnya.

Ia menilai bahwa bangsa ini semakin tidak peduli terhadap HAM jika kasus-kasus seperti ini terus diabaikan.

"Kalau saya pribadi menyatakan, silakan PIK berjalan, tapi jangan melanggar hak-hak masyarakat lokal di sana," Ferdinand menuturkan.

Ferdinand kemudian mengingatkan pengusaha untuk tidak bertindak egois dan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal.

"Ini kan hanya memadukan kepentingan masyarakat dan kepentingan pengusaha. Itu bisa dilakukan, makanya pengusaha jangan egois dong, apalagi sampai menabrak HAM," tandasnya.

Ferdinand bilang, jika hak-hak masyarakat setempat tetap diabaikan, maka tidak menutup kemungkinan terjadi gelombang pemberontakan terhadap mereka yang dianggap menganggu.

"Lama-lama nanti masyarakat marah, baru mereka tahu akibatnya," kuncinya.

Terpisah, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

Said Didu menyatakan bahwa berbagai bentuk pelanggaran telah dilaporkan ke Komnas HAM.

"Sudah banyak sekali jenis pelanggaran HAM di PIK-2 yang kami laporkan ke Komnas HAM," ujar Said Didu di X @msaid_didu (14/2/2025).

Ia menyoroti sejumlah hak warga yang menurutnya telah dirampas.

Ia menjelaskan bahwa masyarakat kehilangan sejumlah hak mendasar, termasuk hak hidup, hak atas keamanan, hak milik pribadi, serta kebebasan dalam berpendapat.

"Rakyat kehilangan, hak hidup, hak keamanan, hak milik pribadi, hak kebebasan berpendapat, dan lainnya," tandasnya.

Said Didu bersama mantan Ketua Komnas HAM, Prof. Hafiz Abbas, mantan Ketua KPK, Abraham Samad, serta tokoh lainnya mendampingi para korban untuk melaporkan kasus ini. 

"Hari ini kami bersama Prof. Hafiz Abbas, Pak Abraham Samad, Pak Erros Djarot, korban penggusuran melaporkan pelanggaran HAM di PIK-2," terangnya.

Lebih lanjut, Said Didu menegaskan bahwa perjuangan yang mereka lakukan murni berkaitan dengan hukum dan kemanusiaan, bukan bermuatan politik atau SARA. 

"Jangan kalian belokkan perjuangan kami dengan tuduhan SARA dan politik, ini masalah hukum dan kemanusiaan," tambahnya. 

Unggahan tersebut mendapat respons luas di media sosial, dengan ribuan pengguna memberikan dukungan dan tanggapan terhadap laporan yang mereka ajukan. 

Sebelumnya, Politkus PKS Mulyanto, kembali angkat suara terkait kasus dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan sengketa pagar laut di Banten.

"Siapa dalang di balik kasus SHGB dan pagar laut di Banten?," ujar Mulyanto di X @pakmul63 (13/2/2025).

Ia menegaskan bahwa kasus ini tidak mungkin hanya melibatkan Kepala Desa Kohod atau pegawai kecil di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Tentunya bukan hanya Kades Kohod srorangan atau pegawai kecil BPN," tukasnya.

Ia mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke aktor intelektual serta pihak-pihak yang diduga menjadi beking.

Dikatakan Mulyanto, rakyat menuntut keadilan dan transparansi dalam penyelesaian kasus ini.

"Rakyat menuntut aparat menuntaskan sampai ke dalang dan beking kasus ini," cetusnya.

Mulyanto bilang, keputusan pemerintah yang memberikan status Proyek Strategis Nasional (PSN) kepada proyek yang dikelola pihak swasta, termasuk PIK 2 patutu dipertanyakan .

"Swasta kok dikasih status PSN, mikir dong. Batalkan PSN PIK2," tandasnya.

Sekadar diketahui, keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang terus menjadi perbincangan.

Kasus ini semakin menarik perhatian setelah seorang nelayan dari Pulau Cangir, Heru, menyebut bahwa pagar tersebut dimiliki oleh seorang selebriti ternama. 

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan