Menurut Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta ini, Jika RUU LMB disahkan, maka pengawasan terhadap peredaran etanol dan metanol akan menjadi lebih ketat dan selektif.
Hanya pihak-pihak tertentu yang memiliki izin resmi, seperti industri farmasi, laboratorium, atau perusahaan kimia, yang dapat membeli dan menggunakan bahan-bahan ini.
Selain itu, jika RUU LMB disahkan maka semua institusi yang membutuhkan etanol atau metanol harus memiliki izin resmi dan terdaftar pada sistem pengawasan nasional. Setiap transaksi harus melalui prosedur yang transparan, sehingga distribusi bahan baku ini dapat dikontrol dengan lebih efektif.
Pengawasan ketat terhadap peredaran bahan kimia seperti etanol dan metanol, lanjut Fahira Idris sudah berhasil diterapkan di banyak negara. Di Singapura dan banyak negara Eropa misalnya Jerman dan Prancis menerapkan regulasi ketat terhadap peredaran bahan kimia berisiko tinggi salah satunya etanol murni yang hanya boleh digunakan untuk kebutuhan industri dengan pengawasan ketat dari pemerintah.
“Mengontrol peredaran etanol dan metanol serta segera mengesahkan RUU Larangan Minuman Beralkohol adalah langkah penting dalam mencegah tragedi miras oplosan di Indonesia. Dengan adanya undang-undang larangan minuman beralkohol, distribusi bahan baku miras dapat diatur secara ketat, sehingga celah untuk memproduksi miras oplosan akan tertutup rapat,” pungkas Fahira Idris.
Diberitakan sebelumnya, beberapa hari yang lalu, sebanyak empat warga Desa Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, tewas setelah mengonsumsi minuman keras (miras) oplosan.