FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat media sosial, Jhon Sitorus, turut menyoroti kasus mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, yang belakangan ini terus ramai jadi perbincangan.
Ia mempertanyakan keadilan dalam penegakan hukum, terutama jika dibandingkan dengan kebijakan mantan Presiden Jokowi yang juga dinilai merugikan negara.
"Jika Tom Lembong ditangkap hanya atas dugaan kerugian negara tanpa sepeser pun uang masuk ke pribadinya, maka Jokowi seharusnya juga bisa ditangkap atas kerugian ribuan triliun negara yang disebabkan oleh kebijakannya sendiri," ujar Jhon di X @JhonSitorus_18 (16/2/2025).
Ia juga menyoroti bagaimana hak bicara Tom Lembong dibatasi saat hendak berbicara di depan media sebelum masuk ke mobil tahanan.
Dikatakan Jhon, jika hukum ditegakkan secara adil, hal yang sama seharusnya berlaku bagi Jokowi di masa mendatang.
"Tom Lembong dikekang hak bicaranya, juga Jokowi nanti jika penegak hukum bertindak secara adil," lanjutnya.
Ia menyebut bahwa jika benar kebijakan yang merugikan negara dijadikan dasar penindakan hukum, maka Jokowi justru lebih layak diperiksa dibandingkan Tom Lembong.
"Jokowi malah lebih parah dari Tom Lembong," tegasnya.
Terpisah, Pegiat media sosial Tommy Shelby menyoroti kasus hukum yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong.
Ia menilai bahwa kasus ini menunjukkan ketidakadilan dan praktik hukum yang tebang pilih.
"Mantan Mendag Tom Lembong tiga bulan ditahan tanpa kepastian hukum," ujar Tommy kepada fajar.co.id, Minggu (16/2/2025).
Tommy menyoroti bagaimana Tom Lembong sudah tiga bulan ditahan tanpa kepastian hukum, sementara di sisi lain, Kejaksaan justru tidak menyelidiki mantan Mendag lainnya.
"Ironisnya, Kejaksaan justru hentikan penyelidikan terhadap mantan Mendag lainnya," cetusnya.
Ia pun menilai bahwa hukum saat ini lebih condong kepada kepentingan kekuasaan daripada keadilan yang seharusnya ditegakkan secara objektif.
"Penegakan hukum sekarang bener-bener jadi tebang pilih dan tanpa malu terang-terangan dipertontonkan ke publik," Tommy menuturkan.
"Ini bukan lagi soal keadilan, tapi soal siapa yang lebih dekat dengan kekuasaan," kuncinya.
Sebelumnya diketahui, Kejagung menegaskan bahwa lima mantan Menteri Perdagangan lainnya tidak terkait dengan kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong sebagai tersangka.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh perwakilan Kejagung, Teguh A, pada Selasa (19/11/2024) lalu.
Ia menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap lima mantan Mendag tidak berkaitan dengan penetapan status tersangka Tom Lembong.
“Bahwa pemeriksaan terhadap lima Menteri Perdagangan lainnya tidak ada kaitannya dengan penetapan pemohon sebagai tersangka,” ujar Teguh.
Namun, ia juga menegaskan bahwa jika di kemudian hari penyidik menemukan cukup bukti keterlibatan pihak lain, maka penyelidikan akan berlanjut dan proses hukum akan berjalan sesuai mekanisme yang berlaku.
“Dalam perkembangan penyidikan, jika terdapat cukup bukti atas keterlibatan pihak lain, maka penyidik akan menindaklanjutinya dengan penetapan tersangka. Namun, pembuktian atau berkas perkara akan berbeda dengan Tom Lembong,” jelasnya.
Menanggapi gugatan tim kuasa hukum Tom Lembong yang meminta agar Kejagung juga memeriksa Mendag lainnya, Teguh menegaskan bahwa hal tersebut tidak termasuk dalam substansi praperadilan.
Menurutnya, praperadilan hanya membahas aspek formil atau administrasi dalam proses hukum, sedangkan materi pokok perkara, termasuk pemeriksaan pihak lain, seharusnya dibahas dalam persidangan tindak pidana korupsi.
“Dalil-dalil pemohon tersebut tidak bersifat prosedural administrasi yang masuk dalam ruang lingkup praperadilan, melainkan substansi pemeriksaan materi pokok perkara sesuai ketentuan KUHAP,” pungkas Teguh.
(Muhsin/fajar)