Dengan demikian, perguruan tinggi tidak secara langsung mendapatkan izin untuk mengelola lahan pertambangan. Status perguruan tinggi dalam undang-undang tersebut adalah penerima manfaat dari pengolahan tambang.
Ke depannya, perguruan tinggi yang membutuhkan dukungan pembiayaan maupun fasilitas lainnya, bisa mengajukan kepada BUMN, BUMD, atau swasta agar bisa mengajukan kerja sama.
“Baik kerja sama dalam risetnya, dalam beasiswanya, atau dalam fasilitas kampusnya, itu bisa,” kata Bahlil.
Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa perguruan tinggi tidak diberi izin untuk mengelola tambang guna menghargai dan menjaga independensinya.
Yang ada, lanjut dia, adalah pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), hingga badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.
Lebih lanjut, Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang.
Adapun sejumlah poin revisi dalam RUU tersebut di antaranya, adanya perubahan skema untuk pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ataupun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), dari yang semula sepenuhnya melalui mekanisme lelang, kini terdapat skema tambahan, yakni skema prioritas.
DPR dan pemerintah pun sepakat untuk membatalkan wacana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi dalam RUU Minerba. Sebaliknya, pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), hingga badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.