FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sutradara film Dirty Vote, Dandhy Laksono, kembali mengomentari Danantara yang baru-baru ini dibentuk Presiden Prabowo Subianto.
Ia menegaskan bahwa Prabowo bukanlah korban dalam hal pemborosan anggaran negara, melainkan bagian dari sistem tersebut.
"Prabowo bukan korban pemborosan anggaran demi citra politik Jokowi. Dia bagian dari itu," ujar Dandhy di X @Dandhy_Laksono (20/2/2025).
Dandhy menyoroti beberapa proyek besar yang menurutnya telah menghabiskan banyak anggaran tanpa hasil yang jelas.
Salah satunya adalah proyek food estate di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang hingga kini dinilai mangkrak.
"Proyek food estatenya di Kalteng mangkrak," cetusnya.
Selain itu, ia juga menyinggung operasi militer di Papua yang terus menguras anggaran negara tanpa adanya pertanggungjawaban publik yang transparan.
"Operasi militer di Papua terus menguras anggaran," tandasnya.
"Semua tanpa pertanggungjawaban publik. Seperti Amerika bangkrut di Vietnam," tambah Dandhy.
Sekarang Dandhy bilang ada Danantara, yang disebut-sebut sebagai inisiatif baru dengan anggaran besar di bawah pemerintahan Prabowo.
"Sekarang Danantara," kuncinya.
Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto, mengkritik keras pembentukan Danantara, menyebutnya sebagai konspirasi terbesar dalam sejarah Indonesia yang berpotensi menggerogoti uang rakyat.
Dikatakan Gigin, mekanisme pengelolaan Danantara yang menempatkan aset negara dalam satu brankas besar dan hanya bisa diaudit atas izin DPR merupakan bentuk penguasaan terstruktur oleh kelompok tertentu.
"Danantara adalah buah konspirasi terbesar dalam sejarah Indonesia untuk menggerogoti uang rakyat," ujar Gigin di X @giginpraginanto (19/2/2025).
Gigin mengatakan, mereka mengumpulkan aset negara di satu brankas raksasa dan hanya dikuasai kelompoknya sendiri.
Lebih lanjut, Gigin menyoroti langkah Presiden terpilih Prabowo Subianto yang berencana membentuk koalisi permanen di pemerintahan dan DPR.
"Prabowo mau membentuk koalisi permanen untuk menguasai pemerintah dan DPR," cetusnya.
Gigin bilang, langkah ini bertujuan untuk memastikan kendali penuh atas Danantara dan dana yang dikelolanya.
"Maka, koalisi yang lebih tepat disebut komplotan politik ini bisa menguasai sepenuhnya Danantara yang mengelola belasan ribu triliun uang rakyat," imbuhnya.
Ia juga menyoroti mekanisme pengelolaan dividen dari bank-bank milik pemerintah yang akan dikumpulkan dalam Danantara.
"Dividen bank pemerintah dikumpulkan di Danantara yang hanya boleh diaudit berdasarkan ijin dari DPR," tandasnya.
Menurutnya, aturan bahwa audit hanya bisa dilakukan atas izin DPR semakin menunjukkan adanya upaya penguasaan penuh tanpa mekanisme pengawasan yang transparan.
"Ini namanya penggarongan secara terstruktur dan massif," kuncinya.
Terpisah, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Ferdinand Hutahaean, memberikan tanggapan kritis terkait langkah Presiden Prabowo Subianto yang disebut akan memodali Danantara melalui pemotongan anggaran.
Ferdinand menyoroti kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp600 triliun.
"Anggaran 2025 itu defisit 600 T (kalau tidak salah)," ujar Ferdinand di X @ferdinand_mpu (18/2/2025).
Dikatakan Ferdinand, penghematan sebesar Rp350 triliun yang direncanakan tidak akan mampu menutupi defisit tersebut.
"Jadi penghematan 350 T tak mampu berbuat apa-apa, tetap saja utang nantinya," ucapnya.
Ia juga menyoroti bahwa APBN 2025 awalnya diproyeksikan mencapai Rp3.600 triliun dengan defisit Rp600 triliun.
"APBN 2025 awalnya diproyeksikan Rp3600 T dengan defisit Rp600 T," tandasnya.
Dengan kondisi tersebut, ia mempertanyakan bagaimana penghematan anggaran bisa menjadi modal tanpa harus berutang
"Jadi penghematan yang mana bisa jadi modal? Tetap ngutang," kuncinya.
(Muhsin/fajar)