FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Sigit Widodo, memberikan respons soal keputusan pemangkasan retreat kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang menjadi tujuh hari.
Ia juga mengkritik instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, meminta kadernya yang terpilih dalam Pilkada untuk tidak mengikuti program tersebut.
Akibatnya, 126 Kelapa Daerah yang terpilih harus mengikuti perintah Megawati dan tidak ikut dalam retret di Magelang.
"Kok bisa-bisanya membela instruksi mutungan dengan alasan mendukung efisiensi?," ujar Sigit di X @sigitwid (21/2/2025).
Kata Sigit, program retreat selama seminggu di Magelang justru lebih efisien dibandingkan pembekalan kepala daerah sebelumnya.
Seperti diketahui, biasanya pembekalan Kepala Daerah berlangsung hingga dua minggu di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau satu bulan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
"Retreat seminggu di Magelang justru efisiensi. Ada penghematan hingga ratusan miliar rupiah di sini," tukasnya.
Sigit juga menyoroti peran Kepala Daerah yang seharusnya lebih mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang membela figur yang terjerat kasus hukum yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
"Kepala daerah yang sudah diberi mandat oleh rakyat untuk memimpin. Masak lebih memilih membela tersangka pemberi suap (Megawati Soekarnoputri) yang menghalangi penyidikan korupsi daripada kepentingan rakyat daerahnya?," cetusnya.
Ia kemudian memberikan pernyataan dengan pesan simbolik, mengingatkan agar kepala daerah tidak terjebak dalam kepentingan politik yang merugikan rakyat.
"Ubur-ubur Ikan Lele. Jangan sampai begitu ya, Le," kuncinya.
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengeluarkan instruksi tegas kepada seluruh kadernya melalui surat Nomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang diterbitkan pada Kamis (20/2/2025).
Instruksi ini berisi arahan strategis dalam menyikapi dinamika politik nasional yang semakin memanas.
Dalam surat tersebut, Megawati memerintahkan dua hal utama.
Pertama, seluruh kader yang menjabat sebagai kepala daerah maupun wakil kepala daerah dari PDIP yang dalam perjalanan menuju retreat untuk menunda.
Kedua, kader diinstruksikan untuk tetap siaga dan mengaktifkan alat komunikasi guna menunggu arahan lebih lanjut dari DPP.
Instruksi ini dinilai sebagai langkah politik yang semakin memperjelas posisi PDIP dalam menghadapi pemerintahan Prabowo.
Guru Besar Universitas Airlangga sekaligus pengamat politik, Prof. Henri Subiakto, menilai bahwa keputusan Megawati menunjukkan sikap keras partai terbesar di Indonesia dalam menghadapi kekuasaan yang dianggap semakin otoriter.
"Ini tanda politik yang keras dari Partai terbesar Indonesia yang berpengalaman dalam perjuangan melawan kekuasaan Tirani," ujar Henri di X @henrysubiakto (21/2/2025).
Sikap tegas ini juga dinilai sebagai sinyal bahwa PDIP tengah bersiap mengambil langkah politik lebih besar di tengah situasi nasional yang kian memanas.
Dengan adanya instruksi ini, posisi PDIP sebagai oposisi kian jelas, terutama setelah berbagai kebijakan pemerintah menuai kritik dari masyarakat dan mahasiswa.
"Posisi politik PDIP menjadi makin jelas menghadapi situasi negeri ini," kuncinya.
(Muhsin/fajar)