FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Elite Partai Demokrat, Andi Arief, turut memberikan pandangannya terkait Danantara yang baru-baru ini digagas oleh Pemerintah.
Ia menilai bahwa oligarki ekonomi dan dominasi borjuasi internasional memang sudah menjadi kenyataan, namun masih bisa disaingi dengan strategi yang tepat.
"Oligarki ekonomi dan borjuasi internasional sudah menjadi kenyataan, namun bisa disaingi," ujar Andi Arief di X @Andiarief_ (24/2/2025).
Andi Arief bilang, salah satu cara untuk menghadapi dominasi tersebut adalah dengan memanfaatkan Danantara sebagai alat yang dapat membuka wawasan dan membawa perubahan.
"Perlu alat, salah satunya Danantara. Membuka mata, meninggalkan kegelapan," tandasnya.
Mengenai komentar pihak yang menganggap Danantara sebagai manifestasi dari perwakilan oligarki dan diamanati kelola ekonomi negara, Andi Arief memberikan pandangannya.
"Harus merubah cara memandang sesuatu dengan curiga. Gak akan pernah melangkah," kuncinya.
Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara akan diluncurkan Presiden Prabowo Subianto hari ini, Senin, (24/2/2025).
Peluncuran Danantara dijadwalkan pukul 10.00 WIB di Halaman Tengah Istana Kepresidenan Jakarta.
“Peluncuran Danantara akan diresmikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto,” kata Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana.
Ekonom Bright Institute, Dr. Yanuar Rizky menyatakan, harusnya Indonesia konsisten, jika Danantara terbentuk, Kementerian BUMN hilang.
“Fungsi-fungsi yang disebut tadi opraktik, regulator negara, di atur AD/ART, siapa orangnya ya menteri keuangan,” kata Yanuar Rizky.
Sebaiknya kata dia, lembaga dibuat sederhana saja, Kementerian BUMN nantinya pindah ke Danantara. Chairmannya bisa Presiden atau Menteri Keuangan, kemudian wakilnya dari menteri lain yang ditunjuk presiden.
Namun kesannya kata dia, ada yang belum ikhlas kalau misalnya tidak punya wewenang. Ada juga beban psikologis dari awal didirikan BUMN dan Danantara.
Hal senada juga disampaikan oleh Ekonom Awalil Rizky. Menurutnya, ide adanya super holding itu baik secara teknokratis maupun secara historis di Indonesia itu. Tergantung bagaimananya, rinciannya.
“Sejarah panjang untuk menuju entah holding atau disebut apapun, semacam badan yang bukan kementerian tapi yang lebih bersifat bisnis, lebih korporasi dibandingkan ke birokrasi. Kementerian BUMN inikan kesannya masih birokrasi, yang diurusi korporasi sehingga,” tandasnya.
(Muhsin/fajar)