Faizal Assegaf Kritik Danantara: Prabowo adalah Jokowi, Indonesia Gelap

  • Bagikan
Faizal Assegaf

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kritikus politik dan kritikus Faizal Assegaf melontarkan kritik tajam terhadap proyek Danantara yang baru saja diluncurkan.

Ia menyoroti bagaimana BUMN dijadikan sebagai alat permainan elite politik dan oligarki, serta menyamakan Presiden Prabowo Subianto dengan Jokowi.

Faizal menilai bahwa sejak jatuhnya rezim Orde Baru, berbagai BUMN telah berubah menjadi sarang korupsi yang dilakukan secara sistematis oleh para pejabat dan elite berkuasa.

Ia menyebut mereka sebagai "kawanan tikus berdasi" yang terus menggerogoti kekayaan negara melalui berbagai proyek yang dikemas dengan narasi pembangunan.

"Kawanan tikus berdasi pesta pora di lorong gelap bernegara. Jamuan rakus itu, kini berganti nama menjadi BPI Danantara," ujar Faizal di X @faizalassegaf (25/2/2025).

Ia juga menyinggung besarnya aset Danantara yang mencapai lebih dari Rp 14.000 triliun.

Dikatakan Faizal, angka tersebut hanya digunakan sebagai bumbu agar proyek ini terdengar menggiurkan di mata publik dan investor.

"Tak beda dengan akal-akalan saat proyek IKN dipromosikan," tegasnya.

Lebih lanjut, Faizal mengingatkan kembali bagaimana Presiden Jokowi pernah berjanji bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, realitasnya menunjukkan bahwa dana publik tetap digunakan dan akhirnya membebani keuangan negara.

"Faktanya, pelan-pelan uang rakyat diotak-atik dan dikuras. Walhasil, APBN jebol," sindir Faizal.

Ia menilai bahwa pola yang sama kini terjadi dalam proyek Danantara.

Para pejabat negara, termasuk Presiden Prabowo Subianto, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan beberapa tokoh lainnya, disebutnya hanya mengikuti arahan Jokowi dan kelompoknya untuk menjual aset BUMN dengan berbagai janji manis tentang kemandirian ekonomi.

"Prabowo bahkan jauh lebih gelap mata," kata Faizal.

Menurutnya, kampanye penghematan yang dilakukan pemerintah justru membuat uang negara senilai Rp 300 triliun dialokasikan ke Danantara.

Ia menilai bahwa aliran dana dari APBN dan BUMN ini semakin kabur, bercampur aduk tanpa transparansi yang jelas.

Di tengah promosi besar-besaran terhadap Danantara, Faizal juga menyoroti gerakan demonstrasi yang dilakukan ribuan pelajar Papua.

Mereka menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebuah kebijakan yang dianggap tidak menyentuh akar masalah ketimpangan ekonomi di wilayah tersebut.

Ia mengungkapkan bahwa kekayaan alam Papua yang mencapai ratusan ribu triliun rupiah jauh lebih besar dibandingkan total aset Danantara.

Hanya saja, alih-alih menikmati kemakmuran dari sumber daya yang melimpah, rakyat Papua justru hanya diberikan program makan gratis yang dinilainya sebagai bentuk pengabaian terhadap kesejahteraan yang lebih mendasar.

"Seolah rakyat Papua hanya dihargai sebatas kebutuhan perut," kritiknya.

Tak hanya Papua, Faizal menilai bahwa hampir seluruh daerah kaya sumber daya di Indonesia mengalami nasib serupa.

Hutan, laut, tambang, minyak, dan gas terus dieksploitasi, tetapi kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut tetap terpinggirkan.

"Rakyat di daerah hanya jadi penonton. Atas nama aturan dan kuasa, para pejabat dan oligarki bebas menggarong. Alam rusak parah, utang luar negeri menumpuk, dan rakyat semakin dimiskinkan," Faizal menuturkan.

Ia bahkan membandingkan kondisi ekonomi Indonesia dengan Timor Leste, negara kecil yang menurutnya jauh lebih bermartabat, berdaulat, dan mandiri dibandingkan Indonesia yang kekayaannya hanya dinikmati segelintir elite.

Faizal bilang, Indonesia kini berada dalam kondisi yang semakin suram di bawah kepemimpinan Prabowo. Menurutnya, Prabowo tidak berbeda dengan Jokowi yang selama ini dinilainya sebagai pembohong ulung.

"Prabowo adalah Jokowi. Indonesia gelap," kuncinya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan