Bahlil Lahadalia Sebut Pencampuran BBM Tidak Menyalahi Aturan, Ini Katanya

  • Bagikan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberi keterangan setelah melakukan sidak pangkalan LPG 3 kg di wilayah Palmerah, Jakarta, Selasa (4/2/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberi keterangan setelah melakukan sidak pangkalan LPG 3 kg di wilayah Palmerah, Jakarta, Selasa (4/2/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa skema blending atau pencampuran bahan bakar minyak (BBM) tidak menyalahi aturan selama spesifikasi dan kualitas bahan bakar yang dihasilkan tetap sesuai standar.

“Boleh (blending) sebenarnya, selama kualitasnya, speknya (spesifikasinya) sama,” ujar Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu.

Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap kekhawatiran masyarakat terkait dugaan praktik pencampuran Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92). Menurutnya, blending adalah praktik yang lazim dilakukan di kilang minyak untuk menyesuaikan spesifikasi BBM agar sesuai dengan standar yang berlaku.

Namun, kasus yang melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, berbeda. Riva diduga melakukan pembelian BBM dengan spesifikasi RON 90 atau lebih rendah, tetapi membayarnya dengan harga BBM RON 92. Akibat tindakannya, negara mengalami kerugian yang ditaksir mencapai Rp193,7 triliun. Kini, Riva telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.

Dalam kesempatan yang sama, Bahlil menekankan perlunya perbaikan sistem perizinan impor BBM guna mencegah kejadian serupa terulang. Salah satu langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah mengubah skema perizinan impor yang sebelumnya berlaku selama satu tahun menjadi enam bulan.

“Makanya sekarang, izin-izin impor kami terhadap BBM tidak satu tahun sekaligus. Kami buat per enam bulan, supaya ada evaluasi,” kata Bahlil.

Selain itu, ia juga menyoroti kebijakan ekspor minyak mentah. Ke depan, minyak yang sebelumnya diekspor akan diwajibkan untuk diolah di dalam negeri.

“Nanti yang bagus, kami suruh blending. Nanti yang tadinya itu nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kami minta harus diolah di dalam negeri,” tegasnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo, menjelaskan bahwa penambahan zat aditif pada BBM jenis Pertamax atau RON 92 bertujuan untuk meningkatkan performa kendaraan.

Menurutnya, zat aditif yang ditambahkan ke dalam BBM berfungsi sebagai anti-karat, meningkatkan detergensi agar mesin tetap bersih, serta membuat kendaraan lebih ringan saat digunakan.

"Jadi tidak betul bahwa Pertamax ini adalah produk oplosan karena kita tidak melakukan hal tersebut," kata Ega. (ant/zak/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan