Peneliti BRIN Sebut Ada Kemungkinan Awal Puasa Beda, MUI dan Kemenag Optimis Bersamaan

  • Bagikan
Ilustrasi pemantauan hilal

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Analisis dari peneliti BRIN, Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa ada kemungkinan awal Ramadan 2025 jatuh pada 2 Maret. Hal ini berbeda dengan Muhammadiyah yang telah menetapkan awal puasa 1 Maret 2025.

Terkait hal itu, Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, mengatakan, siapa pun berhak untuk memprediksi awal Ramadan.

"Ya, semua orang bisa memprediksi [jatuhnya awal Ramadan]," kata Nasaruddin kepada awak media di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

Namun, Nasarudin menegaskan keputusan terkait kepastian awal puasa akan diputuskan setelah sidang isbat yang dilaksanakan Jumat (28/2) malam.

"Keputusan rapat menentukan [awal puasa] esok. Kalau ada yang yang menyaksikan bulan [hilal], kenapa harus ditunda. Kalau tidak [ada yang melihat hilal] baru kita diskusi," ucap dia.

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) optimis bahwa awal Ramadan 1446 H dapat ditetapkan secara serentak di Indonesia. Sidang isbat akan digelar pada Jumat, 28 Februari 2025, dengan melibatkan 145 titik pengamatan hilal di seluruh Indonesia untuk memastikan kesepakatan nasional.

Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Kaderisasi, KH Abdullah Zaidi, menyatakan bahwa sidang isbat akan menentukan kapan umat Islam di Indonesia memulai ibadah puasa Ramadan.

"Insya Allah, dengan adanya 145 titik pengamatan hilal yang tersebar di berbagai wilayah, kita bisa memastikan awal Ramadan serentak. Mudah-mudahan hasil pengamatan ini dapat menyatukan kita dalam menjalankan ibadah puasa," ujar KH Abdullah Zaidi di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Ada pun sidang isbat akan diselenggarakan oleh Kementerian Agama dan dihadiri oleh perwakilan MUI, ormas Islam, ahli astronomi, serta tim pemantau hilal dari berbagai daerah.

Menurut KH Abdullah Zaidi, keputusan sidang isbat berdasarkan hasil rukyatul hilal (pengamatan hilal) di seluruh Indonesia. Apabila hilal terlihat di salah satu titik pengamatan, maka 1 Ramadan akan dimulai keesokan harinya. Jika tidak, maka bulan Syaban akan digenapkan menjadi 30 hari.

Sementara itu, Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadan jatuh pada 1 Maret 2025 menggunakan metode wujudul hilal. Muhammadiyah menetapkan bahwa hilal sudah terlihat jika ketinggiannya lebih dari 3 derajat, meskipun elongasinya hanya 6 derajat.

Muhammadiyah menggunakan metode hisab wujudul hilal, bukan metode rukyatul hilal yang digunakan dalam sidang isbat pemerintah.

Hisab wujudul hilal adalah metode perhitungan astronomis yang digunakan untuk menentukan posisi bulan dan menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah.

Sedangkan rukyatul hilal adalah metode pengamatan langsung terhadap bulan sabit (hilal) untuk menentukan awal bulan.

Muhammadiyah lebih memilih menggunakan metode hisab wujudul hilal karena dianggap lebih akurat dan dapat diprediksi dengan lebih baik. (bs-sam/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan