FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang menegaskan bahwa Kementerian BUMN tidak kecolongan dalam kasus korupsi Pertamina menuai sorotan tajam dari publik.
Seorang netizen dengan akun @arifin34533 menyinggung penegasan Erick Thohir soal Kementerian BUMN yang tidak kecolongan dalam kasus korupsi Pertamina.
ia mempertanyakan bagaimana mungkin korupsi yang berlangsung selama lima tahun hingga menyebabkan kerugian hampir Rp 1.000 triliun bisa terjadi tanpa dianggap sebagai kelalaian.
"Gue gak paham. 5 tahun dikorupsi hingga rugi hampir 1000 T kalau bukan kecolongan apa dong?," katanya (4/3/2025).
Komentar tersebut langsung memicu reaksi warganet lainnya.
Tidak sedikit yang mempertanyakan pengawasan Kementerian BUMN terhadap perusahaan pelat merah, terutama dalam kasus sebesar ini.
Sejumlah netizen juga menyinggung akuntabilitas Erick Thohir sebagai menteri yang bertanggung jawab atas pengelolaan BUMN.
Bahkan, pernyataan Erick yang membantah kecolongan justru menunjukkan adanya upaya untuk lepas tangan dari skandal besar tersebut.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang PT Pertamina Patra Niaga, yang menyebabkan negara merugi hingga Rp193,7 triliun.
Sejauh ini, sembilan tersangka telah ditetapkan, termasuk dua nama terbaru, yaitu Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, serta Edward Corne (EC) yang menjabat sebagai VP Trading Operations.
Keduanya diduga melakukan kejahatan bersama tujuh tersangka lain yang telah lebih dulu ditetapkan Kejagung.
Modus yang digunakan adalah pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan minyak berkualitas lebih rendah, yang terjadi dalam lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Perbuatan para tersangka ini menyebabkan kerugian keuangan negara dalam jumlah fantastis, mencapai Rp193,7 triliun.
Kejagung menegaskan bahwa pengusutan kasus ini akan terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, termasuk dari kalangan pejabat yang lebih tinggi.
Sebelumnya, Kejagung mengungkap skandal korupsi dalam ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.
Salah satu modus yang dilakukan adalah memanipulasi bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92 sebelum dipasarkan, menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp 193,7 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pengadaan BBM ini dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Namun, dalam praktiknya, perusahaan tersebut membeli BBM dengan kualitas lebih rendah (RON 90), lalu menjualnya seolah-olah sebagai RON 92 dengan harga yang lebih tinggi.
Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
Di antaranya adalah Riva Siahaan (Dirut PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International), serta Yoki Firnandi (Dirut PT Pertamina Shipping).
Selain itu, ada juga beberapa tersangka dari sektor swasta, termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza, putra dari pengusaha migas Mohammad Riza Chalid.
Modus manipulasi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kualitas BBM yang digunakan masyarakat. Kejagung memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya.
(Muhsin/fajar)