FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Disaat rakyat seantero negeri khawatir dengan dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertamina jenis pertalite yang disulap menjadi pertamax yang merugikan negara mencapai Rp 193,7 triliun, anak-anak Deddy Corbuzier justru tampil terdepan mempromosikan Pertamina.
Azka Corbuzier dan Nada Tarina Putri muncul dalam video promosi perusahaan BUMN papan atas tersebut.
Dalam video diunggah di akun Instagram nada_tarina_putri, dua influencer muda tersebut tampil mengenakan seragam pegawai SPBU Pertamina dan mempromosikan jalur fast track tanpa perlu antre.
"Ada karpet merah di SPBU Pertamina itu namanya jalur fast track," seru Nada dilansir dari akun Instagram @nada_tarina_putri, Kamis (6/3/2025).
Azka Corbuzier mengaku sudah tiga hari bekerja di Pertamina. Sedangkan Nada Tarina Putri mengaku sudah dua pekan bekerja sehingga hampir semua hal yang ada di SPBU Pertamina ia ketahui.
"Kak Azka pake tes Nada segala, ya jelas sudah tahu semuanya lah. Macam-macam bahan bakar berkualitas, cara service customer, semua fasilitas di SPBU Pertamina dan promo-promo menarik dari MyPertamina," tulis Nada memberi keterangan pada unggahannya tersebut.
Selain itu, mereka juga mempromosikan fitur pembayaran digital MyPertamina yang menawarkan berbagai promo dan diskon menarik bagi pengguna.
Bukan apresiasi yang mereka tuai. Melainkan sebaliknya, Azka dan Nada justru jadi bulan-bulanan netizen di media sosial. Mereka dihujani hujatan dan cibiran. Tak terkecuali sang ayah, Deddy Corbuzier.
"1 keluarga ngemis makan ke negara," sahut @joni***.
"Kasian amat nih anak-anak jadi buzzer," sindir @tami***.
"Wkwkwk buzzernya mendarah daging," timpal warganet lainnya.
Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung menambah dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak dan produksi kilang di PT Pertamina Patra Niaga pada Rabu (26/2/2025).
Penambahan ini menjadikan jumlah tersangka dalam kasus tersebut menjadi sembilan orang.
Mereka diduga terlibat dalam pengoplosan (blending) Pertalite di depo/storage untuk diubah menjadi Pertamax RON 92, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun.
Kasus ini melibatkan lima komponen kerugian besar, antara lain kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp 126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun. (Pram/fajar)