Pernyataan Lama Rizal Ramli: Manajemen Pertamina Sangat Tidak Efisien

  • Bagikan
Rizal Ramli

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Rizal Ramli yang disampaikan pada 7 September 2022 kembali viral di media sosial.

Ekonom senior tersebut mengkritik manajemen Pertamina yang dinilainya tidak efisien dan cenderung membebani rakyat.

"Pertamina itu manajemennya sangat tidak efisien," ujar Rizal saat itu.

Beban itu dilihat dengan kenaikan harga BBM tanpa terlebih dahulu meningkatkan efisiensi operasional.

Dikatakan Rizal, jika efisiensi di tubuh Pertamina ditingkatkan hanya 20 persen, perusahaan bisa menghemat hingga Rp100 triliun tanpa harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Kalau ditingkatkan efisiensinya 20 persen saja itu negara, Pertamina bisa menghemat Rp100 triliun," sebutnya.

Dengan begitu, kata Rizal, maka Pertamina tidak perlu menaikkan harga BBM.

"Itu gak susah-susah amat loh. Karena BUMN ini kan kalau gak monopoli, oligopoli," lanjutnya.

"Nah biasanya pejabatnya selalu main pada saat pembelian, cost. Proyek atau apa dimarkup, terima setoran," tambah Rizal.

Ia juga mencontohkan pengalamannya saat menjabat sebagai Presiden Komisaris Semen Gresik Group.

"Saya pernah jadi Preskom Semen Gresik Group, waktu saya masuk, saya turunkan biaya menghasilkan semen 8 dollar per ton kali 14 juta ton," tukasnya.

Rizal mengaku berhasil meningkatkan efisiensi produksi dari 200 hari kerja menjadi 300 hari kerja, menekan biaya produksi, dan melipatgandakan keuntungan perusahaan dari Rp800 miliar menjadi Rp3,2 triliun dalam dua tahun.

"Saya perbaiki spare part, komponen, naik kapasitasnya 250 hari kerja sampai 300 hari," Rizal menuturkan.

Rizal menegaskan bahwa pemerintah dan Pertamina seharusnya lebih fokus pada meningkatkan efisiensi, menambah kapasitas produksi, serta memperluas kilang minyak.

"Tingkatkan efisiensi, naikin produksi, tambah kapasitas kilang," tandasnya.

Tambahnya, hal tersebut mesti dijadikan fokus ketimbang hanya menaikkan harga BBM yang ujungnya justru membebani masyarakat.

"Jadi jangan seenaknya main naikin harga, bikin susah rakyat doang tapi lu gak kerjain apa yang kamu harus kerjain," kuncinya.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang PT Pertamina Patra Niaga, yang menyebabkan negara merugi hingga Rp193,7 triliun.

Sejauh ini, sembilan tersangka telah ditetapkan, termasuk dua nama terbaru, yaitu Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga, serta Edward Corne (EC) yang menjabat sebagai VP Trading Operations.

Keduanya diduga melakukan kejahatan bersama tujuh tersangka lain yang telah lebih dulu ditetapkan Kejagung.

Modus yang digunakan adalah pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan minyak berkualitas lebih rendah, yang terjadi dalam lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Perbuatan para tersangka ini menyebabkan kerugian keuangan negara dalam jumlah fantastis, mencapai Rp193,7 triliun.

Kejagung menegaskan bahwa pengusutan kasus ini akan terus berlanjut dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, termasuk dari kalangan pejabat yang lebih tinggi.

Sebelumnya, Kejagung mengungkap skandal korupsi dalam ekspor-impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.

Salah satu modus yang dilakukan adalah memanipulasi bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 menjadi RON 92 sebelum dipasarkan, menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp 193,7 triliun.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pengadaan BBM ini dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Namun, dalam praktiknya, perusahaan tersebut membeli BBM dengan kualitas lebih rendah (RON 90), lalu menjualnya seolah-olah sebagai RON 92 dengan harga yang lebih tinggi.

Kejagung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini.

Di antaranya adalah Riva Siahaan (Dirut PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Optimasi Feedstock and Product PT Kilang Pertamina International), serta Yoki Firnandi (Dirut PT Pertamina Shipping).

Selain itu, ada juga beberapa tersangka dari sektor swasta, termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza, putra dari pengusaha migas Mohammad Riza Chalid.

Modus manipulasi ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kualitas BBM yang digunakan masyarakat. Kejagung memastikan akan terus mengusut kasus ini hingga ke akar-akarnya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan