FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut dugaan reses ilegal yang melibatkan 150 anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) semakin menguat.
Ketua Umum DPP SESMI, Sanusi Pani, menegaskan bahwa kasus ini harus diungkap secara transparan karena menyangkut kerugian keuangan negara hingga puluhan miliar rupiah.
“Reses ilegal yang diduga diinisiasi oleh pimpinan DPD RI harus diusut tuntas karena merupakan perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara puluhan miliar,” ujar Sanusi kepada media di Jakarta, Senin (10/03/2025).
Menurut Sanusi, dugaan penyalahgunaan wewenang ini tidak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan pimpinan DPD RI. Ia menilai sebagian besar anggota dan pimpinan DPD adalah tokoh-tokoh lama yang sudah memahami mekanisme reses serta aturan yang mengikatnya.
“Undang-Undang MD3 mengatur, reses DPD RI mengikuti atau selaras dengan reses DPR RI sebanyak empat kali, bukan lima kali seperti yang dilakukan DPD RI. Kelebihan reses ini hanya bisa dilakukan sepengetahuan atau inisiatif pimpinan DPD,” jelasnya.
Sanusi juga menyoroti peran sekretariat dalam polemik ini. Ia menilai tidak mungkin sekretariat mengikuti keinginan DPD RI untuk melaksanakan reses lima kali dalam setahun tanpa adanya tekanan dari pihak yang lebih berwenang.
“Selain itu, sekretariat tidak mungkin mengikuti kemauan DPD RI melaksanakan reses lima kali dalam satu tahun sidang kalau tidak ada tekanan atau intervensi dari yang lebih kuat atau pimpinan DPD,” tegasnya.
Untuk itu, Sanusi mendesak KPK agar segera turun tangan mengusut dugaan reses ilegal yang diduga dilakukan untuk memperkaya diri sendiri. Ia menyebut bahwa pelanggaran ini bukan hanya persoalan etika, melainkan juga masuk dalam ranah pidana.
“Pimpinan DPD RI setidaknya telah melanggar tiga undang-undang yang mengatur, di antaranya, Undang-Undang MD3, Undang-Undang Tentang Penyelenggara Negara, dan Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara,” ujarnya.
Sanusi menegaskan bahwa pengusutan kasus ini harus dilakukan secara transparan dan tidak boleh berhenti hanya dengan pengembalian uang kepada negara.
“Reses ilegal atau kelebihan reses yang merugikan keuangan negara puluhan miliar bukan sekadar pelanggaran etik, tapi juga pelanggaran pidana serius. Karena itu, harus diproses hukum secara terbuka, terang benderang, tidak bisa selesai hanya dengan pengembalian uang kepada negara. Usut tuntas,” pungkasnya. (zak/fajar)