Akibat dugaan penyalahgunaan wewenang ini, Yaqut dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh lima kelompok masyarakat serta Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (Amalan Rakyat).
Koordinator Amalan Rakyat, Raffi Maulana, menilai Yaqut bertindak sepihak dengan mengalihkan 50 persen kuota haji reguler ke haji khusus.
Keputusan ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur bahwa kuota haji khusus hanya boleh sebesar 8 persen dari total kuota haji Indonesia.
Namun, dalam praktiknya, Kementerian Agama menetapkan kuota haji khusus sebesar 27.680 atau 11 persen dari total 241 ribu kuota haji Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa pihaknya siap menyelidiki dugaan gratifikasi dalam pengelolaan kuota haji khusus pada 2024.
"KPK juga terbuka dan jika Pansus Haji ingin bekerja sama mengusut dugaan dimaksud," ujar Tessa.
Ia juga menegaskan bahwa keterlibatan KPK bertujuan untuk memastikan transparansi serta keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Hanya saja, hingga saat ini, KPK belum menerima permintaan resmi dari Pansus Haji DPR untuk mendukung investigasi kasus ini.
(Muhsin/fajar)