FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Riefian Fajarsyah alias Ifan Seventeen dikabarkan ditunjuk jadi Direktur Utama (Dirut) PT Produksi Film Negara (PFN). Hal itu menuai sorotan.
Kader PDIP, Guntur Romli menanggapinya satire. Ia berdeham, dengan emotikon tampak makan keenakan.
“Ehem…🤤,” tulis pria yang karib disapa Gun Romli itu dikutip dari unggahannya di X, Selasa (11/3/2025).
Dikutip dari website resminya, PFN adalah BUMN yang bergerak di bidang industri audiovisual. Saat ini PFN bertransformasi menjadi perusahaan pembiayaan film.
“Hal tersebut selaras dengan komitmen PFN untuk mengembangkan ekosistem berkualitas demi kemajuan industri perfilman dan konten Indonesia,” tulis di website pfn.co.id.
PFN diketahui punya sejarah panjang dalam perfilman Indonesia. Salah satu programnya adalah film serial boneka si Unyil.
Adapun penunjukan Ifan Seventeen hingga berita ini dibuat belum dikonfirmasi pihak BUMN. Maupun Ifan sendiri.
Dirut PFN sebelumnya adalah Dwi Heriyanto B. Ia lulusan S1 Teknik Industri dari Universitas Indonesia (1990), S2 Manajemen Telekomunikasi dari Universitas Indonesia (2000), dan Doktor Manajemen Bisnis dari Universitas Padjajaran (2018).
Sementara itu, dikutip Antara, PT Danareksa (Persero) menyampaikan rencana untuk mengoptimalkan dua aset milik PT Produksi Film Negara (PFN) sebagai bagian dari strategi perbaikan model bisnis.
Direktur Utama Danareksa Yadi Jaya Ruchandi menuturkan bahwa pihaknya telah menyusun rencana kerja bagi PFN meskipun perusahaan tersebut belum resmi diinbrengkan ke Danareksa.
"Kami sudah membuat rencana kerja terkait dengan bagaimana bisnis modelnya ke depan. PFN ini memiliki dua aset utama, yakni di Otista dan Tendean. Jika dapat dioptimalkan, aset-aset tersebut bisa menjadi modal bagi PFN untuk mengembangkan model bisnis pembiayaan film," ujar Yadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan, pihaknya berencana menggandeng perusahaan konstruksi PT Nindya Karya (Persero) dalam merevitalisasi salah satu aset tanah bangunan milik PFN di Otista terlebih dahulu.
Konsepnya akan dibuat serupa dengan Lokananta yang berbasis musik, namun untuk PFN akan berfokus pada perfilman lokal.
“Jadi kita mau create suatu ekosistem di mana para insan perfilman itu punya tempat ngumpul lah istilahnya begitu. Seperti Taman Ismail Marzuki (TIM) tapi ini lebih spesifik kepada film yang lokal,” ujarnya.
Yadi menilai perlunya perbaikan model bisnis PFN mengingat saat ini pendapatan perusahaan produksi film pelat merah itu masih minim.
(Arya/Fajar)