Arung Palakka, Strategi, Persekutuan, dan Kejatuhan Gowa dalam Perang Makassar

  • Bagikan
Ilustrasi

Awalnya, Arung Palakka ragu bekerja sama dengan VOC, mengingat pengalaman VOC yang sering memanfaatkan konflik lokal demi kepentingan dagangnya. Namun, demi membebaskan Bone dan menegakkan harga diri bangsanya, ia akhirnya menerima tawaran VOC dan bergabung dalam ekspedisi militer ke Minangkabau untuk membuktikan kemampuan militernya. Setelah berhasil membantu VOC di Minangkabau, ia mendapat kepercayaan dari Gubernur Jenderal Maetsuyker dan diberikan dukungan penuh untuk menyerang Gowa.

Pecahnya Perang Makassar dan Kejatuhan Gowa

Pada tahun 1666, armada besar VOC di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Janszoon Speelman berlayar ke Sulawesi Selatan, membawa lebih dari 1.800 pasukan gabungan Belanda, Ambon, dan Bugis Bone-Soppeng. Perang berlangsung dengan serangkaian pertempuran besar, termasuk pengepungan Benteng Galesong dan Benteng Somba Opu, yang menjadi pusat pertahanan terakhir Gowa.

Pada 15 Agustus 1667, pasukan Arung Palakka yang berjumlah 10.000 orang berhasil merebut Benteng Galesong dari 30.000 pasukan Gowa. Namun, perang masih berlanjut hingga 1669. Setelah melalui pertempuran sengit, Benteng Somba Opu akhirnya jatuh pada 22 Juni 1669, menandai berakhirnya kekuasaan Gowa sebagai penguasa tunggal di Sulawesi Selatan.

Dampak dan Warisan Arung Palakka

Dengan kemenangan ini, Arung Palakka diangkat sebagai Sultan Bone pada 1672 dan menjadi pemimpin dominan di Sulawesi Selatan. Namun, pemerintahannya kemudian dikenal keras dan otoriter. Banyak bangsawan dan rakyat Makassar yang merasa tertindas di bawah kekuasaannya, sehingga banyak yang memilih mengungsi ke daerah lain, termasuk ke Pulau Jawa dan Maluku.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan