FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum korban dalam kasus dugaan pencabulan terhadap seorang balita di Balikpapan mengaku terkejut setelah Polda Kalimantan Timur menetapkan ayah kandung korban, FE (30), sebagai tersangka.
Penetapan tersebut diumumkan pada Selasa (11/3/2025), setelah proses penyelidikan yang berlangsung selama lebih dari lima bulan.
Everton Jeffry Hutabarat, perwakilan dari Hutama Law Firm yang menangani kasus ini, mengungkapkan keterkejutannya atas keputusan penyidik. Selama ini, pihaknya mendampingi keluarga korban, khususnya ibu dan ayah korban, dalam menghadapi proses hukum.
"Kami kaget karena selama ini kami mendampingi keluarga, terutama ibu dan ayah korban, untuk melewati proses ini. Kami tidak menyangka hasil penyidikan mengarah pada ayah kandungnya sendiri," ujar Everton.
Sejak awal laporan masuk pada Oktober 2024, kuasa hukum lebih fokus mendampingi ibu korban yang meyakini bahwa pelaku adalah sosok lain.
Dugaan awal mengarah pada bapak kos tempat keluarga korban tinggal, yang kerap dipanggil "Pak De". Namun, setelah serangkaian penyelidikan dan pengumpulan bukti, penyidik menetapkan FE sebagai tersangka.
Penetapan FE sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik mengumpulkan keterangan dari 15 saksi, termasuk psikolog forensik, dokter forensik, serta menganalisis komunikasi berbagai pihak terkait.
Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Pol Yuliyanto, menegaskan bahwa polisi sangat berhati-hati dalam menangani kasus ini, mengingat usia korban yang masih sangat kecil dan membutuhkan pendekatan khusus.
"Kami memahami ada kesan kasus ini berjalan lambat, tetapi penyidikan dilakukan secara hati-hati mengingat korban masih sangat kecil dan memerlukan pendekatan khusus," jelasnya.
Dokter spesialis forensik RSKD Balikpapan, dr. Heryadi Bawono Putro, S.FM, mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan medis menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan seksual.
Pemeriksaan menemukan empat robekan pada selaput darah korban, yang terdiri dari luka lama dan baru.
Selain itu, asesmen psikologis terhadap korban telah dilakukan sebanyak tujuh kali sejak Oktober hingga Desember 2024. Proses asesmen melibatkan metode boneka edukasi, analisis foto tiga wajah, serta observasi dari balik kaca.
Psikolog forensik Apsifor, Lucia Peppy Novianti, M.Psi., Psikolog, mengungkapkan bahwa pemeriksaan terhadap saksi dan subjek terkait dilakukan selama 41 jam untuk mendalami dugaan kejahatan ini.
Sejak awal, ibu korban tidak pernah mencurigai suaminya sebagai pelaku. Bahkan setelah penetapan tersangka oleh kepolisian, ia tetap meragukan hasil penyidikan.
Dalam beberapa bulan terakhir, ibu korban aktif mengunggah perkembangan kasus ini di media sosial, terutama melalui Instagram, sebagai bentuk ketidakpercayaannya terhadap proses hukum yang berlangsung.
Tim hukum korban mengungkapkan bahwa kondisi mental ibu korban kini semakin tertekan dan memerlukan pendampingan psikologis. Mereka telah mengajukan permohonan kepada Pemerintah Kota Balikpapan melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) untuk memberikan pendampingan psikologis kepada ibu korban.
"Kami sudah meminta Pemkot Balikpapan melalui UPTD PPA untuk memberikan pendampingan psikologis kepada ibu korban. Jangan sampai bukan hanya anak yang menjadi korban, tetapi juga ibunya," ujar Everton. (Wahyuni/Fajar)