Ia menegaskan bahwa revisi UU TNI tidak hanya mengancam netralitas militer, tetapi juga membahayakan demokrasi di Indonesia.
"Kami mencegah itu. Kami menuntut pemerintah agar lebih jeli dalam setiap pembahasan undang-undang, terutama yang dilakukan secara terburu-buru seperti ini," tambahnya.
La Ode Ikra juga menduga adanya campur tangan pihak-pihak tertentu, termasuk unsur militer di pemerintahan.
"Kami menduga ada pihak-pihak yang terlibat, termasuk Presiden sendiri. Dalam beberapa kasus yang muncul selama kepemimpinan Prabowo, tidak ada pernyataan tegas terkait pengamanan negara," bebernya.
Selain itu, ia mengecam pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Maruli Simanjuntak yang menyebut penolak revisi UU TNI sebagai "otak kampungan".
"Pernyataan seperti itu sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang Kepala Staf Angkatan Darat," tegas La Ode Ikra.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) hanya membahas tiga pasal.
Di antaranya Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53. Ia menekankan bahwa pembahasan tersebut tidak dilakukan secara diam-diam atau terburu-buru.
"Revisi UU TNI hanya membahas tiga pasal. Tidak ada pasal lain seperti yang beredar di media sosial. Jika ada yang sama, isinya sangat berbeda," kata Dasco dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Dasco membantah anggapan bahwa pembahasan RUU TNI dilakukan secara terburu-buru. Menurutnya, proses pembahasan telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu.