Sikap SBY dan Partai Demokrat Terhadap Revisi UU TNI Dipertanyakan, Faizal Assegaf: Dukung atau Tolak?

  • Bagikan
Faizal Assegaf

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kritikus politik Faizal Assegaf menyoroti wacana Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang memungkinkan militer mengisi jabatan sipil di sejumlah kementerian.

Ia mempertanyakan sikap Partai Demokrat dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait hal ini.

"Demokrat dan SBY dukung atau #TolakRUUTNI?," ujar Faizal di X @faizalassegaf (16/3/2025).

Dikatakan Faizal, jika menolak, mestinya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan politisi Demokrat keluar dari kabinet.

"Agar tidak terkesan lempar batu sembunyi tangan," cetusnya.

Faizal juga mengkritik sikap elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang agresif menyerang Kepolisian dengan julukan “Parcok” (Partai Coklat) dan memposisikan Jokowi sebagai penjahat utama.

"Di sisi lain, elite PDIP agresif menyerang Polri melalui julukan Parcok (Partai Coklat). Memposisikan Mulyono sebagai penjahat utama," tukasnya.

Namun, ia menilai ironis bahwa Ketua DPR Puan Maharani justru semakin dekat dengan Presiden ke-7 Indonesia, Jokowi.

"Tapi ironinya, Puan justru kian mesra dengan Jokowi," Faizal menuturkan.

Faizal menilai fenomena ini mencerminkan kelicikan elite penguasa yang saling merampok, menipu, dan rakus.

"Fenomena kelicikan elite penguasa. Saling merampok, tipu-tipu dan rakus," tandasnya.

Akibatnya, rakyat kecil, prajurit, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di level bawah menjadi korban.

"Hasilnya rakyat kecil, prajurit dan ASN di level bawah menjadi korban," kuncinya.

Sebelumnya, Komisi I DPR RI bersama pemerintah menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont Jakarta.

Keputusan ini menimbulkan kontroversi karena dilakukan di tengah kebijakan efisiensi anggaran yang sedang diberlakukan.

Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menjelaskan bahwa aturan DPR memungkinkan rapat legislatif berlangsung di luar Kompleks Parlemen Senayan, asalkan mendapatkan izin dari pimpinan DPR.

Ia juga menyebut bahwa Hotel Fairmont dipilih karena adanya kerja sama yang memberikan potongan harga bagi DPR.

Selain itu, Indra mengungkapkan bahwa intensitas pembahasan RUU TNI yang tinggi menjadi alasan utama perlunya tempat yang mendukung kelancaran diskusi.

Namun, publik mempertanyakan keputusan ini, mengingat tarif kamar di hotel bintang lima tersebut berkisar antara Rp2,6 juta hingga Rp4,6 juta per malam.

Menanggapi kritik soal penggunaan anggaran, Indra menekankan bahwa meskipun DPR juga terkena kebijakan efisiensi, masih ada dana cadangan yang bisa digunakan untuk pembahasan undang-undang yang dianggap strategis.

Dalam rapat tersebut, sejumlah pasal yang dinilai krusial ikut dibahas, termasuk aturan mengenai tugas pokok TNI, penempatan prajurit aktif di kementerian atau lembaga sipil, serta batas usia pensiun.

Keputusan ini terus menjadi sorotan, terutama dari kelompok masyarakat sipil yang khawatir revisi RUU TNI akan membuka ruang lebih besar bagi keterlibatan militer dalam urusan sipil.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan